Jaman dahulu lauk ikan dan daging merupakan menu istimewa. Sehingga jarang ada keluarga yang bisa menikmati daging dan ikan.
Orang-orang tua kita memanfaatkan potensi alam yang ada disekitar. Dan membuat masakan masa lalu yang sampai saat ini terus melegenda.
Salah satunya adalah Buntil. Sayur yang dimasak dengan bumbu gulai kuning atau pedas menjadi hidangan istimewa.
Sayuran ini berbentuk kotak, dengan rangkaian tali bambu yang mengikatnya, dengan lapisan dalam bumbu kelapa muda.
Almarhum emak saya sering membuatkan buntil untuk hidangan kami sekeluarga. Terasa sangat istimewa meskipun tak perlu tambahan ikan atau daging.
Daun singkong, daun talas, daun pepaya. Adalah bahkan yang lumrah digunakan, karena mudah mendapatkannya. Sebab daun-daun ini hampir semua orang desa memilikinya. Bisa tumbuh di mana saja. Pekarangan rumah, tegalan, atau minta ke tetangga.
Diantara Buntil yang dimasak emak, saya paling suka buntil dari daun ketela pohon. Emak bisa memasaknya dengan sangat empuk, dan bagian dalam berupa sambal parutan kelapa yang sangat menggugah selera.
Emak biasanya memilih daun ketela yang masih muda, bagian pucuk daun yang masih berwarna hijau muda.
Setelah daun dicuci, kemudian emak memasak air panas, lalu memasukkan daun ketela saat air sudah mendidih. Garam ditaburkan dalam panci rebusan untuk mempercepat proses kematangan. Lalu panci ditutup rapat.
Terlihat air meletup-letup, tanda sudah mendidih. Lalu sayuran dalam panci dibalik agar matang sempurna.
Daun ketela sudah matang dan empuk, lalu emak memasukkanya ke dalam air bersih untuk mendinginkan. Dan meremas-remas dengan kedua tangan agar air di dalam sayur bisa tuntas.