Shinta terus mengelus perutnya yang makin membuncit. Bidan yang memeriksa kandungannya sudah mewanti-wanti agar Shinta bersiap. Karena hpl bayinya tinggal hitungan hari.
Hanya satu yang ia pikirkan. Suaminya pergi jauh ke luar pulau. Dan tak diketahui kapan ia akan pulang.
Beban yang ia tanggung saat ini memang lumayan berat. Suaminya pergi sejak kandungannya masih berusia 2 bulan. Berarti sudah 7 bulan suaminya pergi tanpa sedikitpun memberinya nafkah. Padahal Beban dan tanggung jawab yang harus ia tanggung sangatlah berat.
Suaminya pergi saat ia baru saja memasukkan sertifikat rumahnya sebagai jaminan usaha warung kecil.
Angsuran 3 juta rupiah perbulan sungguh sangat memberatkan bila tanpa suami. Beruntung ibunya Shanti masih sanggup membantu meskipun tidak terlalu besar.
Anaknya yang di pesantren terpaksa ditarik pulang karena tidak ada biaya. Jangankan untuk mengirim biaya pesantren, untuk makan setiap hari saja ia sudah kembang kempis.
Beredar kabar di jejaring sosial, suaminya telah menikah lagi dengan perempuan yang sebelumnya menjadi langganan di rumah karaoke. Kabarnya ia pergi bersama perempuan ini. Dan menurut kabar yang berhembus, dengan perempuan ini suaminya sudah memiliki seorang bayi.
Duka makin mendalam bagi Shinta, saat ini ia tidak bisa menghubungi suaminya, karena semua jaringan komunikasi dari nomor hp sampai media sosial semua diblokir oleh suaminya. Ia hanya bisa mendengar kabar melalui teman-temannya yang masih terhubung dengan suaminya.
Teman-teman Shinta sudah mencoba menghubungi dengan berbagai cara tapi belum berhasil.
Harapannya hanya satu semoga suaminya segera pulang. Dan menungguinya saat ia melahirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H