Pagi Ini puluhan motor trail modifikasi dan beberapa terlihat masih baru, terparkir rapi di sebuah halaman warteg di kampung kami. Kang Nur yang ditunjuk sebagai kepala rombongan, mengabsen satu persatu anggota yang akan mengikuti petualangan kami.
Tujuan kami hari ini adalah track menantang di dekat hutan penggaron yang memiliki Medan lengkap untuk menguji ketangkasan para pengendara dalam mengendalikan motor trail.
Di lokasi ini memang terdapat banyak spot yang bisa dicoba. Gundukan tanah, sungai berlumpur, tanjakan maut, turunan tajam dengan jalan setapak, jalan curam yang berkelok, lintasan panjang semak belukar, dan jalan berbatu yang bergelombang.
Saya sudah memakai seragam kebesaran para drivers trabas ini sejak dari rumah. Putri saya yang terkecil terkekeh melihat penampilan saya.
"Bapak kayak robot", kata anak saya.
Baju seragam trabas milik anak Kang Nur ini pas benar buat saya. Meskipun rasanya agak gerah, tapi cukup nyaman dipakai. Sepatu boot setinggi lutut, baju dan celana tebal dan pelindung siku, ternyata cukup berat juga di badan. hehehe. Belum lagi helm full face dengan kaca tembus pandang. Membuat saya seperti seorang pembalap profesional.
Kang Nur, dengan kendaraan modifikasinya menjemput saya dan kami berkumpul di depan warteg.
Setelah dirasa rombongan cukup, dan perbekalan yang diperlukan sudah siap. Kami pun bergerak.
Suara mesin puluhan motor memenuhi jalanan. Beberapa motor yang masih menggunakan mesin 2tak terlihat mengepul. Sepanjang jalan yang kami lalui terlihat banyak orang melihat dengan heran. Bahkan anak-anak kecil melambaikan tangan sebagai tanda persahabatan.
Jalan kampung sepanjang 6 kilometer itu kami lalui dengan penuh kehebohan. Seseorang terlihat merekam beberapa detik saat kami melintas. Dan mereka mengacungkan jempol, entah apa maksudnya . Sampai di lokasi motor berjajar di pinggir sebuab jurang yang teramat dalam.
"Itu nanti bascamp kita", kata kang Nur sambil menunjuk ke arah bawah. Satu titik berwarna cokelat, yang merupakan gubuk milik petani lokal menjadi titik kami berkumpul.
Tak ada jalan yang terlihat. Yang ada hanya rimbunan semak sampai di dasar jurang. Motor-motor menyala kembali menimbukan suara bising yang bergema di dasar jurang. Lalu satu persatu mulai berjalan mengikuti roda motor kami. Dengan lincah Kang mengendalikan kemudi. Sepertinya ia sudah hapal daerah ini. Terbukti saat rombongan di belakang ada yang jatuh tergelincir, Kang Nur tetap nyaman saja melalui rute ini. Saya berpegang erat pada pinggang Kang Nur.