Lihat ke Halaman Asli

Mas Nawir

Wiraswasta/Penulis lepas

Kisah Perjalanan Mencari Obat di Sumber Mata Air Belerang Candi Gedongsongo

Diperbarui: 10 Januari 2020   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolam air belerang /dokpri

Hari masih pagi, matahari belum menampakkan diri. Semburat warna merah kekuningan di ufuk timur masih terlihat setengahnya.

Tapi kami sudah berada di jalanan, memainkan gas dan kopling untuk menuju ke sebuah lokasi.

Lalu lintas masih masih sepi, hanya beberapa kendaraan yang kami temui.

Tanjakan ke arah Bandungan pun masih lengang. Keramaian hanya ada di beberapa titik, pasar Jimbaran dan Pasar Bandungan.

Terlihat di spion, kawan yang saya bonceng beberapa kali melepas helm dan menggaruk kepalanya.Terkadang ia menggaruk bagian perutnya yang terasa di punggung saya. Atau  ia menggaruk bagian punggungnya hingga sikunya terlihat di spion motor.

Tak sampai 1/2 jam dari Semarang. Motor terus saya kebut sampai ke puncak Desa Candi. Sesekali saya mendengar suara lirih,

"perih pak , panas pak ".  

Lokasi parkir candi Gedong Songo masih sepi. Belum seorang pun yang nampak bertugas karena waktu masih menunjukkan pukul 5.30 pagi.

Saya gandeng  Didik  teman saya ini, jalan tertatih sambil menahan perih. Luka yang sebabnya belum diketahui  itu telah menyebar ke seluruh bagian luar badannya.

Luka sedikit, gatal lalu digaruk, beberapa saat kemudian luka itu makin melebar dan air yang keluar dari tubuhnya nyaris membasahi kaos yang ia pakai.

Beberapa kali ke puskesmas, ke dokter rumah sakit, bahkan dokter spesialis kulit. Tapi setiap kali datang obat jenis salep, bedak tabur, dan sejenis amoxilin yang ia dapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline