Sampah.. sampah.. sampah..
Kata-kata ini sering dituding sebagai sumber sebuah petaka. Barang bekas rumah tangga basah dan kering, cair dan padat bergumul menjadi satu.
Proses fermentasi akibat jamur dari pembusukan sampah rumah tangga yang terkadang memunculkan belatung bila terlalu lama, menimbulkan bau busuk yang mengganggu pernafasan. Minimal 20kg/hari rumah tangga kami memproduksi sampah. Dari bungkus plastik dan kertas, sisa makanan, bahkan kain tak berguna yang telah kotor menjadi sampah.
Sampah itu kami tempatkan dalam tong di depan rumah, setelah sebelumnya dikemas dalam plastik.
Dua hari sekali lelaki tua dari kampung sebelah perumahan mengambilnya dan membuangnya ke penampungan untuk diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir di Jatibarang.
Mbah Kasrun menjadi mitra perumahan kami sudah berpuluh tahun. Awalnya ia memakai gerobag dorong saat mula-mula mengambil sampah dari tempat kami.
Gerobag besar dengan muatan penuh itu terseok melewati gang demi gang yang menjadi kewajibannya. Ongkos sebesar Rp.300.000 ia terima tiap bulan dari tiap RT yang ia angkut sampahnya.
Waktu itu ia masih sendirian. Usianya yang telah lanjut membuatnya cepat lelah dan sakit-sakitan. Sampai kemudian muncul ide membeli kendaraan roda 3 hanya untuk melayani kami. Dan membuat mobilitasnya semakin lancar dalam mengelola sampah.
Beberapa juta uang simpanannya selama ini dan beberapa rupiah uluran tangan para warga mewujudkan cita-citanya membeli sebuah kendaraan roda 3 pengangkut sampah.
Mbah Kasrun memiliki 6 orang anak dari istrinya. Semuanya telah bekerja dan mandiri memiliki rumah masing-masing di kampungnya.
Anaknya yang bungsu bernama Slamet, membantunya membuang sampah. Bertindak sebagai sopir dan mengawaki kendaraannya berputar mengitari kampung.