Lihat ke Halaman Asli

Mudik di Antara Dua Kampung

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ramadan akan berakhir. 1 syawal segera menjelang. Hiruk pikuk manusia perantau sudah dijalan memikirkan kampung halaman yang sudah menunggu. Mudik sudah menjadi sebuah kebutuhan ketika ramadan akan berganti ke Syawal. Bertemu dengan saudara-saudara, bersilaturahmi dengan sedikit waktu mengenang waktu masa silam.

Mudik menjadi kebutuhan, beribu usaha untuk bisa sampai dikampung halaman. Tetapi bagi saya, yang memiliki lebih dari satu kampung teramat sulit. Sebelum menikah, saya selalu menghabiskan lebaran di kampung halaman, tetapi kini harus berbagi diantara dua kampung. Kampung saya di ujung timur pulau jawa sementara kampung istri diujung pulau sumatera. Saya dan istri hidup di Jakarta, setiap lebaran harus pulkam alias pulang kampung. Kini harus membagi, tahun lalu mudik ke tanah jawa dengan beribu sesak  kendaraan harus kami lewati melalui pantura. Kini lebaran harus saya rayakan di kampung istri di ujung sumatera. Terasa beda. Budaya menjelang syawal yang kami rasakan berbeda. Di kampung saya, menjelang idul fitri, masyarakat sudah disibukka membuat kue, memperbaiki rumah, semua menyambut idul fitri. Sementara di tempat istri, tidak demikian. Ya, sagatberbeda. Satu sisi rindu atas kampung halaman yang sudah lama kutinggalkan satu sisi, saya harus adil, mengigat energi kami tak cukup untuk mudik di dua kampung dalam satu lebaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline