Lihat ke Halaman Asli

Masluh Jamil

Satu diantara ribuan kompasianer

Kala Santri Tak Hanya Mengaji

Diperbarui: 31 Oktober 2016   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Bersama

"Santri harus menulis", kata-kata ini menggema di Aula SMA NU Al-Ma'ruf Kudus, Minggu, 30 Oktober 2016. Pesan tersebut disampaikan dalam rangkaian kegiatan Hari Santri Nasional, acara Bedah Buku Santri Membaca Zaman.

Sekitar dua ratus atau mungkin lebih peserta dari berbagai kalangan usia, maupun profesi. Acara ini diadakan oleh Panitia Hari Santri Nasional Pengurus Cabang NU Kabupaten Kudus dan kerja bareng antara Badan Otonom Nahdlatul Ulama di Kabupaten Kudus dengan SMA NU Al Ma'ruf Kudus.

Acara yang dimoderatori oleh Saniman El-Qudusy ini menghadirkan nara sumber Nur Said, MA., M.Ag., Penulis sekaligus LTNU Kudus dan KH. Sofiyan Hadi, LC., MA., yang juga pengasuh pondok pesantren Enterpreneurship Al Mawaddah Kudus. Juga nampak didepan, yang akan membahas buku, Dr. H. Kisbiyanto, M.Pd., Ketua Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus dan Siti Malaiha Dewi, S.Sos., M.Si., Dosen sekaligus aktifis Pusat Study Gender.

Setelah peserta selesai registrasi dengan mengisi buku tamu di meja Panitia, peserta pun mendapat konsumsi dan dapat memasuki ruangan.

Acara pun dimulai, dengan ditandai suara merdu sang MC dari balik mikropon. Setelah selesai menyapa para peserta, MC pun mempersilakan peserta untuk berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Yalal Wathon.

Buku Santri Membaca Zaman (Foto: Dokpri)

"Santri harus senang membaca dan menulis, serta mampu menterjemahkan situasi yang ada di sekitarnya", pesan Drs. H. Shodiqun, M. Ag saat mewakili Ketua PC NU Kab. Kudus dan membuka acara. Dengan momen hari santri nasional, harapannya kita benar-benar menjadi santri yang implementatif, bukan hanya seremonial, ujar Shodiqun membacakan pesan Ketua PC NU Kabupaten Kudus.

Nur Said yang membidani Buku Antologi Santri Membaca Zaman ini menceritakan alasan lahirnya buku tersebut. "Kalau hanya acara seremonial saja, dampaknya hanya sementara, saat acara itu saja! Beda kalau ada buku, ada banyak efek domino setelah acara selesai. Nanti muncul diskusi dan kegiatan lain yang kontinuitas saja"

Sementara itu Sofiyan Hadi membeberkan bahwa kekayaan Islam ada di dunia literasi. "Meskipun kota kecil, Kudus memiliki tokoh literasi, RM. Sosrokartono", jelasnya.

Jadikan membaca dan menulis sebagai Nafas (Foto: Dokpri)

"Ciri utama santri, harus menguasai ilmu agama", ungkap Kisbiyanto. Kunci cerdas sekaligus ayat pertama yang diturunkan adalah Iqro' (membaca). Maka untuk dapat menulis yang baik, harus menjadi pembaca yang baik pula.

Dalam pandangan Kisbiyanto, buku Santri Membaca Zaman bisa dikatakan masih bersifat teoritis, historis maupun opini. Karena buku tersebut merupakan bunga rampai alumni TBS.

Siti Malaiha Dewi melihat bahwa semua penulis dalam buku tersebut adalah laki-laki. "Saya harap dengan hadirnya buku Santri Membaca Zaman, akan menjadi pemantik semangat pengurus dan anggota IPPNU, Fatayat maupun Muslimat NU Kudus untuk dapat menghasilkan karya", ujar aktifis Pusat Study Gender.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline