Hujan semakin deras ketika bus yang penulis tumpangi dalam rangka kegiatan perjalanan wisata MKKS SMP Tanah Laut, Sabtu tanggal 13 Oktober 2018 yang lalu, mendekatai kota Kandangan, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kota yang dijuluki sebagai kota 'dodol' dan juga memiliki kuliner khas yang bernama 'katupat Kandangan'. Kedua macam kuliner khas kota Kandangan tersebut sudah sangat terkenal di Kalimantan, dan bahkan Pulau Jawa.
Pukul 13.45 WIT, Bus yang membawa penulis berhenti pada sebuah rumah makan yang menjual kuliner khas kota Kandangan, yaitu katupat Kandangan. Penulis dan seluruh penumpang turun dan memesan makanan sesuai dengan selera masing-masing.
Penulis memesan seporsi katupat Kandangan untuk mengisi perut yang sudah cukup lapar. Warung makan yang menjual katupat Kandangan seperti ini banyak terdapat di kota Kandangan dan sekitar, sehingga bagi konsumen memiliki banyak alternatif untuk memilih di mana warung makan yang cocok dengan selera lidahnya.
Katupat Kandangan merupakan kuliner yang terbuat dari katupat, kuah dari santan kelapa yang dimasak sedemikian rupa, dan ikan haruan atau gabus dibakar atau dipanggang.
Meski berkuah santan yang kental, bagi masyarakatnya sendiri, menyantap makanan ini dengan tangan, bukan dengan sendok. Katupat yang dibelah dua tersebut diremas menjadi seperti nasi biasa, sehingga tidak lembek dan kemudian disantap dengan menggunakan tangan. Namun, seiring dengan banyak penikmat kuliner ini dari berbagai kalangan masyarakat luar , maka disediakan sendok untuk menyantapnya.
Selesai penulis menyantap seporsi katupat Kandangan dan membeli makanan ringan, rombongan dari bus berikutnya datang dan menyusul rombongan penulis untuk makan siang di warung makan ini juga.
Dengan kehadiran penumpang dari dari bus tersebut, maka semakin ramai dan penuh ditambah lagi dengan konsumen yang diluar rombongan penulis. Selesai makan, penulis masuk ke bus untuk mengantar makanan ringan, lalu ke belakang warung untuk melihat proses pemasakan katupat Kandangan.
Proses pemasakan katupat Kandangan ini sangat alami, masih memakai bahan bakar dari kayu, kulit dan tempurung kelapa, sehingga katupat Kandangan memiliki aroma yang khas. Terlihat juga juru masak dan pekerja di dapur tersebut ibu-ibu atau emak-emak yang sudah berumur, namun masih cekatan memainkan alat masak yang. Mereka memasak dengan menggunakan wajan yang relatif besar, karena porsinya untuk dijual di warung makan yang relatif banyak pelanggannya.
Dari apa yang penulis lihat langsung dalam proses pembuatan katupat Kandangan saat itu, kelapa menjadi bahan yang dominan. Dimulai dari daging buah kelapa yang dijadikan santan yang dipakai untuk membuah kuah katupat Kandangan, lalu daun, kulit ,pelepah, tempurung atau batok, bahkan sampai dengan lidi pohon kelapa tersebut.
Penggunaan lidi duan kelapa ini digunakan untuk menusuk daging ikan haruan atau gabus agar tidak belah atau pecah ketika dipanggang. Pohon kelapa di daerah ini memang cukup banyak tumbuh, dan dimanfaatkan menjadi makanan khas daerah ini, yaitu dodol dan katupat Kandangan.
Setelah semua anggota rombongan, baik bus yang penulis tumpangi maupun bus yang satunya , selesai makan siang, maka kami melanjutkan perjalanan menuju Loksado, yang berjarak sekitar 40 km dari kota Kandangan. Hujan memang sudah mulai reda, namun mendung masih menyelimuti kota Kandangan dan sekitar saat itu.