Bulan Oktober oleh sebagian masyarakat dunia diingat sebagai bulan saat anugerah Nobel diumumkan. Bulan yang sama dengan bulan kelahiran sang pencetus dan pendiri, Alfred Bernhard Nobel, yang lahir pada 21 Oktober 1833 di ibukota Swedia, Stockholm.
Di Bulan Oktober, telah ditetapkan pula Hari Kesehatan Mental Sedunia oleh World Health Organization (WHO) yakni pada tanggal 10 Oktober. Masyarakat internasional diajak untuk memahami isu kesehatan mental lewat pendidikan guna memiliki kesadaran terhadap hal-hal terkait kesehatan mental untuk selanjutnya melawan stigma terhadap penderita gangguan kesehatan mental.
Apakah kita bisa menarik suatu hubungan antara dua hal di atas? Atau cuma membiarkannya sebagai kebetulan belaka?
Reputasi Alfred sebagai insinyur cum pengusaha dengan keuntungan melimpah dan warisan yang melintasi seabad tak perlu diragukan lagi. Barangkali, dia adalah sosok Elon Musk dari abad ke-19.
Kita tahu bahwa Hadiah Nobel dirancang dan diberikan dengan berbekal harta Alfred yang begitu melimpah karena paten rancangan dan penemuan dinamit. Belum paten yang lainnya. Dalam hal kemampuan pribadinya, Alfred mampu berbicara dalam enam bahasa Benua Biru: Swedia, Rusia, Perancis, Inggris, Italia, dan Jerman.
Dengan begitu banyaknya keberhasilan, dari mana kreativitas dan inspirasi kerja serta riset Alfred datang?
Dalam hidupnya yang gilang-gemilang, Alfred sesungguhnya memiliki kondisi mental yang gelap dan muram. Dia menggambarkan dirinya sebagai sosok melankolis yang tidak ada nilainya dan hidup seorang diri di dunia.
Svante Lindqvist, sejarawan Swedia, pada 2001 dalam Annual Meeting of The Royal Swedish Academy of Engineering Science menyatakan bahwa Alfred dapat dikatakan mengalami gangguan depresi pada masa dewasa hingga wafatnya di tahun 1896.
Penyebabnya bukan karena Alfred tidak pernah menikah dan tidak memiliki anak. Sama seperti sebagian besar penderita depresi, Alfred merasakan ketiadaan makna hidup (meaninglessness of existence).
Mengenai hidup yang melajang, Alfred justru memilih hidup yang demikian dengan kemauannya sendiri walau konon hal itu terkait dengan kisah asmara Alfred yang tidak berakhir bahagia, termasuk pada Bertha von Suttner (penerima Nobel Perdamaian 1905).