Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang
Tiba-tiba lirik lagu dari Melly itu terngiang. Mengingat kembali masa lalu. Sungguh bahagia orang-orang dapat merasakan kasih sayang ibu. Ibu yang selalu ada pada saat aku nakal. Sungguh masa kecil, masa muda yang tak akan terlupa. Namun dalam relung hati, terasa perih. Jika ada orang yang begitu sayang kepada orang tua terutama ibu. Hatiku meronta bahkan ketika saat wisuda di graha purna sabha.
Kau bilang bangun pagi memantik api menemani ibu menanak nasi, aku juga. Kau mencuci piring, menyapu lantai rumah, aku juga. Kau bilang melihat Bapak bercengkerama dengan kawan kawannya, aku juga.
Ibu, sampai mata tak bisa terbuka. Menegaskan apakah sudah buka, ketika pulang kerja saat puasa. Sungguh sudah tak kurang jasa mereka sebagai orang tua.
Kau bilang rindu belaian seorang ibu, aku juga. Kau bilang ingin merenda senyum seorang Bapak, aku juga. Namun suatu hal mustahil yang akan kudapat. Walau langkahku terasa lebih tegap. Masa kecilku hanya mengenal mBah Putri. Bapak pun harus kurelakan bahkan sebelum lulus SMA.
Hanya pensiunan Bapak yang tetap menjaga,
sampai langkahku di kampus biru. Kami bertiga berjuang di fakultas yang berbeda. Ada yang bergulat dengan obat. Ada yang fasih dengan revolusi di berbagai negeri. Diriku coba menghitung tetesan air dari langit.
Dan ketika telah kupegang asa. Bukan ijazah yang ingin kukirimkan kepada Bapak. Tapi eksistensi diri yang butuh saksi.
Bagaimana kau bisa tahu tentang diriku
Dinginnya Kaliurang
Tingginya Borobudur
Semilirnya Parangtritis
Tak bisa hilangkan perih
Walau gempita merebak di wisuda graha purna sabha
Hari ini bait bait lagu Melly itu tiba tiba kembali.
Ya. Kata mereka diriku slalu dimanja. Ibu yang kukenal ternyata adik kandung bapak. Terkadang aku bingung, tapi tak boleh bertanya karena etika. Mengapa aku harus punya bapak dua.
Kucari lirik lagu Melly, ketika kutemukan judul Bunda, kukirim ke sini. Mungkin ada yang seperti aku. Mengenang ibu lewat lagu.