Penurunan daya beli masyarakat banyak dibicarakan oleh pengusaha. Bagi pengusaha menurunnya daya beli masyarakat menjadi masalah besar bagi usahanya. Berkembangnya informasi mengenai penurunan daya beli ini, sudah dimulai sejak Lebaran tahun ini. Adalah Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S Lukman yang menengarai gejala penurunan daya beli masyarakat ini.
Lebih jauh Adhi berpendapat bahwa daya beli masyarakat mengalami pelemahan, mengingat pada Ramadhan-Lebaran pada umumnya trend pembelian makanan dan minuman selalu mengalami kenaikan yang signifikan bahkan sebelum Ramadhan. Hal tersebut dapat dilihat di: http://industri.bisnis.com/read/20170626/12/666103/lebaran-2017-daya-beli-masyarakat-turun
Berbeda dengan bulan-bulan lainnya, seebagian masyarakat ada yang membiasakan memuaskan diri beberapa hari sebelum Ramadhan, sehingga membelanjakan sebagian dananya untuk makanan dan minuman. Pada bulan Ramadhan pun keinginan untuk mempunyai makanan dan minuman yang lebih dari biasanya, cenderung meningkat. Apalagi Pada Lebaran, di samping untuk keluarga juga untuk menjamu tamu yag datang. Kalau kemudian trend pembelian makanan dan minuman tidak mengelamai kenaikan yang signifikan, maka wajar kalau hal ini dianggap sinyal adanya penurunan daya beli masyarakat.
Sinyalemen yang sudah berkembang tentang penurunan daya beli masyarakat empat bulan lalu tersebut walaupun mendapat perhatian masyarakat, namun kemudian mulai menghilang, karena ada pendapat bahwa masyarakat jaman now, lebih suka belanja on line.
Sebetulnya Faisal Basri, pada awal bulan Oktober lalu, sudah memberikan gambaran lebih nyata tentang realitas yang terjadi. Ketika omset penjualan ritel mulai menurun, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai indikator terjadinya penurunan daya beli, ternyata yang terjadi adalah penurunan konsumsi masyarakat tingkat menengah dan atas. Ditenggarai masyarakat berduit atau the have ini lebih suka menabung dari pada belanja (http://bisnis.liputan6.com/read/3123899/penjelasan-faisal-basri-soal-penurunan-daya-beli-masyarakat).
Hal tersebut kemudian oleh Sri Mulyani disebut anomali pada konsumsi rumah tangga yang melemah pertumbuhan ke 4,93 % pada kuartal III tahun. Namun tabungan di atas 5 milyar mengalami kenaikan yang signifikan (http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/xkEGG1MN-sri-mulyani-sebut-ada-anomali-di-penurunan-daya-beli).
Jadi ya wajar saja kalau penjualan di ritel menurun bahkan penjualan mobil juga merosot. Hal itu bukan karena terjadinya penurunan daya beli, tetapi yang sedang terjadi anomali pada konsumsi rumah tangga. Masyarakat kelas menengah dan atas, lebih suka menabung dari pada belanja. Wis bagaimana ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H