Minggu Pertama (terinspirasi puisi)
Derita orang kecil seolah tak ada habisnya untuk ditulis. Satu dibungkus, satu lagi muncul. Namun yang lebih perih lagi, sebagian orang kurang peduli. Beda hal kalau itu berita menyangkut orang sakti. Jangankan rapat, marah pun banyak nyamuk yang mengerubuti.
Nasib orang kecil, diinjak pun tak boleh protes.
“Mas itu kaki”, sambil menunjuk kakinya yang diinjak orang ketika naik bus kota. Lain lagi nasib nelayan yang sudah mulai susah mencari ikan di laut. Lebih mudah dan lebih banyak orang mikir, kenapa kok harus membayar plastik belanjaan di super maket. Perih, pemulung pun harus rela melahirkan di trotoar.
Bisa jadi sebagian orang akan mulai bertanya:
“Sebetulnya Tuhan di mana ?”
Bagi orang-orang yang sudah terjerembab ke lembah sengsara, bagi orang orang yang sudah mulai hidup bagai bernafas sela-sela. Bagi orang-orang yang sudah berada di pinggir jurang tak berdaya. Ingatlah pada Hajar. Ya. Hajar.
Hajar, yang baru saja melahirkan anak lelaki, yang sudah diharapkannya lahir puluhan tahun, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, akan ditinggalkan oleh Ibrahim. Di tanah gurun pasir Mekkah yang sangat tandus, Hajar hanya dapat bertanya kepada Ibrahim tentang maksud kepergiannya.
“Apakah itu karena Allah”, tanya Hajar.
Ketika mendapat jawaban Ibrahim, kepergiannya karena Allah, maka Hajar berkata:
“Kalau begitu Allah akan menjagaku”
Bengkalis, 6 Maret 2016