Dari pagar pintu masuk halaman rumah kita, bangunan rumah sampai isi rumah bahkan perlengkapan yang digunakan dalam ritus ibadah kita adalah hasil dari sebuah proses karya kriya. Artinya karya kriya pada dasarnya sangat lekat dengan kita, demikian disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, S.Sn., M.A. dalam sambutan saat membuka festival seni kriya terbesar di Indonesia, 20 Juli 2024 lalu. Hal ini juga dikuatkan dengan apa yang disampaikan Dr. Akhmad Nizam, M.Sn. dalam pemaparannya saat menjadi pembicara pada acara Ngobrolin Kriya di Matra Kriya Festival 2024, 24 Juli 2024 lalu di Taman Budaya Yogyakarta. Bahwa ritus-ritus relijius dan spriritualitas sejak masa lampau lekat dengan kehidupan manusia. Yang diwujudkan melalui simbol, warna, bahan, bentuk serta penempatan-penempatannya. Bahkan dengan kedalaman pemahaman akan seni kriya, ketidakadilan, ketimpangan dan kemerdekaan sering melibatkan kriya dalam penyampaiannya. Dan Nurohmad, S.Sn., pada kesempatan berbeda juga menyampaikan bahwa kriya adalah bentuk protes dan kritik paling halus yang mengandung tuntutan sekaligus memberi solusi pada persoalan-persoalan politik, sosial, hukum, keamanan dan sebagainya.
Bahwa seni kriya memiliki tantangan beragam dan semakin berat seiring perkembangan jaman memang tidak bisa dipungkiri. Dr. Sn. Dona Prawita Arissuta, S.Sn., M.Hum mengatakan tentang semakin kuatnya kritik publik atas peran seni kriya dalam keterlibatannya menjawab persoalan lingkungan hidup, persoalan lokalitas, persoalan budaya sampai persoalan-persoalan yang mungkin terjadi di masa depan. Maka karya dengan konten lokalitas menjadi harapan untuk terlibat dalam mengatasi persoalan tanpa kehilangan essensi atau nilai dari seni.
Namun kirannya bahwa tantangan kriya juga harus mampu ditangkap sebagai peluang industri besar harus menjadi perhatian juga. Bahwa deskripsi mendalam dengan berbagai keterangan yang menjelaskan sejarah, inspirasi, pesan maupun filosofi, bahkan pawukon dalam tradisi budaya Jawa sangat mungkin diaplikasikan dalam bentuk karya. Tukirno, S.Sn. membuktikan dalam beberapa karyanya yang mengedepankan ide dan konsep atas ajaran leluhur nusantara mampu menembus batas teritorial sebuah negara.
Kenyataan bahwa beberapa negara maju saat ini sedang mengalami kesepian secara spiritual membuat nilai-nilai yang terkandung dalam karya-karya kriya nusantara yang mengedepankan konsep rasa dan spiritual sangat menarik perhatian masyarakatnya. Seperti yang disampaikan Meylane, mahasiswa dari Los Angeles yang sempat berkunjung di Matra Kriya Fest 2024 ini. Mahasiswa yang memiliki minat sangat kuat terhadap gamelan jawa dan bali khususnya. Dalam kunjungannya ke Indonesia kebetulan beliau juga sedang ingin menemui tokoh-tokoh gending atau kerawitan di Jogja, Solo dan Bali. Beliau mengakui bahwa karya-karya seni yang hilang akibat teori efesiensi dan efektifitas kebutuhan masyarakatnya membuat banyak yang akhirnya tidak memiliki kepekaan sosial ditengah hegemoni moderinitas negara USA.
Maka tidak heran jika seorang pelaku industri kriya sekaligus dosen di ISI Yogyakarta Agus Sriyono, S.Sn. menegaskan pentingnya karya kriya terus mengedepankan berbagai nilai-nilai atas karya dengan cara ang inovatif dan kreatif.
"Kuncinya ada dalam pengemasan" tegas beliau di saat acara Ngobrolin Kriya pada MKF 2024 yang bertema Ritual ini.
Gayung bersambut bahwa seniman-seniman kriya yang terlibat dalam pameran dan kompetisi MKF 2024 bertemakan Ritual ini benar-benar melakukan, mengalami, mempraktekan proses ritual dalam menciptakan karyanya. Hal ini terbongkar saat presentasi 7 nominasi karya terbaik. Yang kemudian melewati berbagai pertimbangan Dewan Juri MKF 2024, untuk memilih 4 karya terbaik di 4 kategori Matra Kriya Festival 2024.
Kategori Karya Terbaik MKF 2024 diraih oleh Deka Rizqi Agusta Bahar asal Bandung, Jawabarat dengan karya berjudul "Awor Series" yang menampilkan keramik berpamor keris. Lalu Kategori Karya Inovasi dan Kreasi Terbaik diraih oleh Zacky Kurniawan Sarbini dari Surabaya, Jawa Timur dengan karya berjudul "Amorfati" berupa tembaga ukir. Kemudian Kategori Karya Local Content terbaik diraih oleh Bagus Krisna Wiyono dari Blitar, Jawa Timur dengan karya berjudul "Nista" karya yang dibuat sebagai interpretasi konsep Tri Mandala pada Candi Panataran menjadi frame jam dinding dengan menggunakan media kayu, logam dan lukis kaca. Sedangkan Kategori Karya Favorit diraih oleh Rakran Mahotsaha Gandhi dari Yogyakarta dengan karya berjudul "Tari Harapan" yang berwujud terumbu karang dari kayu. Karya yang terinspirasi oleh pengalaman sedihnya mendapati kerusakan terumbu karang dan biota laut lainnya di Pantai Karimun Jawa dan Pantai Ngungah, Gunungkidul.