Lihat ke Halaman Asli

Surat Terbuka Buat Pak Mardiasmo Selaku Direktur Jenderal Pajak Sementara

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini adalah pelantikan Direktur Jenderal Pajak sementara, yang dijabat oleh Wakil Menteri Keuangan Pak Profesor Mardiasmo, seorang pengajar dan tenaga pendidik dari Universitas Gadjah Mada, maksud dari tulisan ini adalah untuk memberikan masukan kepada Pak Mardiasmo dan nanti yang menggantikannya yaitu Direktur Jenderal Pajak definitif dalam upayanya menggenjot  penerimaan pajak, didengar ya syukur tidak tahu atau tidak dihiraukan juga tidak apa-apa yang penting penulis sudah menyuarakan lewat media yang ada, iya toh ….

Dalam pelantikan beliau hari ini sebagai pejabat sementara Direktur Jenderal Pajak, Pak Menteri Keuangan menekankan pentingnya pengembalian kepercayaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak  agar masyarakat tidak rewel dalam membayar pajak.  Pernyataan ini akan saya kritisi, bahwa kita harus kembali ke definisi pemungutan pajak dan saya yakin itu benar adanya sesuai dengan realita kehidupan di masyarakat di Indonesia maupun di belahan dunia lain.

Pertama yang ingin penulis tegaskan adalah bahwa hampir tidak ada pembayar pajak yang rela untuk membayar pajak, sebagian besar pasti tidak rela membayar pajak, itulah mengapa membayar pajak dirancang sebagai suatu kewajiban yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang perpajakan .  Jadi masalahnya disini adalah penegakan hukum di bidang perpajakan, bahwa semua Wajib Pajak baik Badan Usaha  maupun Orang Pribadi harus diperlakukan sama di bidang perpajakan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, tidak ada perbedaan antara korporasi besar dengan usaha kecil menengah, antara orang kaya dengan buruh pabrik, semuanya wajib membayar pajak. Sanksi yang tegas dan tidak pandang bulu sesuai peraturan perpajakan yang berlaku harus diberikan kepada siapa saja yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Yang kedua adalah bahwa untuk memberikan sanksi yang tegas kepada para Wajib Pajak yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perpajakan maka otoritas pajak harus mengenakan pajak yang harus dibayar berdasarkan data yang benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan Undang-Undang Perpajakan, sebab penarikan pajak tanpa didasari  ketentuan Udang-Undang adalah PERAMPOKAN, sama sekali tidak dibenarkan di belahan bumi manapun. Masalahnya disini adalah otoritas pajak tidak pernah diberikan data oleh pihak luar untuk memaksimalkan data perpajakan, kalaupun ada data yang diberikan biasanya data yang sudah basi, hampir kadaluarsa atau diberikan tapi TIDAK sekaligus alias ketengan alias satu-satu, menunjukkan pemberian data yang setengah hati. Soal  pemberian data perpajakan ini perlu kerja sama lintas sektoral dan penghilangan sikap ego sektoral, seluruh institusi Negara maupun maupun pihak swasta perlu dirangkul dan dijelaskan bahwa Republik Indonesia butuh uang banyak dan tidak ingin membayar cicilan hutang 300 triliun per tahun lagi.

Yang ketiga adalah penyederhanaan peraturan perpajakan, di Negara-negara maju tarif pajak  badan usaha cenderung ke tarif tunggal  dan kompetitif sehingga bisa ikut mendorong dunia usaha untuk mengimbanginya tetap diberlakukan tariff progresif bagi Wajib Pajak orang pribadi. Peraturan perpajakan harus jelas sejelas-jelasnya sehingga tidak ada lagi perbedaan tafsir atas peraturan pajak.

Yang keempat adalah, pajak harus benar-benar berfungsi sebagai redistribusi pendapatan nasional agar tercipta pemerataan pendapatan nasional, dimana semua Wajib Pajak wajib membayar pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku tidak ada kecuali. Masalahnya disini adalah masih ada Orang Pribadi yang kaya raya tetapi tidak menjadi Wajib Pajak atau tidak membayar pajak sepadan dengan penghasilan dan/atau kekayaannya; masih ada badan usaha yang terus menerus menyatakan rugi bertahun-tahun dan masih terus hidup sementara tidak membayar pajak.

Demikianlah surat terbuka ini penulis tujukan kepada Direktur Jenderal Pajak yang baru,mohon maaf jika sebagai orang awam anggota masyarakat biasa analisis dan masukan penulis kurang berbobot, yang jelas inilah sumbangan pemikiran yang bisa penulis sampaikan, selamat bekerja….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline