Lihat ke Halaman Asli

Bekerja dan Beribadah

Diperbarui: 5 Maret 2018   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Bekerjalah kamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan engkau mati esok pagi". Kata-kata tersebut tidak asing terdengar di telinga kita. Hal ini mengajarkan kepada manusia khususnya umat Islam untuk tetap semangat dalam bekerja maupun beribadah. 

Namun ada kalanya manusia tidak bisa serta-merta berubah. Iman manusia senantiasa mengalami naik dan turun. Manusia juga mengalami saat-saat lupa, saat-saat lemah, saat-saat sedih, dan saat-saat 'loyo'. Maka ada orang menulis meme, "hidup itu tak seindah kata-kata mutiara, hidup juga tak se-super kata-kata mario teguh", dll.

Mengakui ataupun belum mengakui, hal-hal tersebut adalah realitas kehidupan. Ini semua adalah fenomena jiwa. Sebagaimana yang penulis sampaikan di awal, seseorang tidak serta-merta berubah. Sebagai contoh adalah kita menyaksikan ada orang-orang yang saat ini rajin bekerja, rajin beribadah. Pertanyaannya: mulai kapan dia bisa seperti itu? Ternyata setelah ditelusuri memang itu semua ada prosesnya sedikit demi sedikit. 

Ada seorang yang sudah diangkat menjadi PNS, bagaimana prosesnya? ternyata semua ada alurnya tersendiri. Namun kebanyakan orang hanya mengamati permukaannya saja. Dengan seperti itu kemudian orang-orang merasa, "ah, memang sudah kaya dari sononya, ah, memang dasar dia rajin orangnya", dll. Berapa banyak pula dari kita yang saat ini sudah bisa istiqomah shalat, puasa, pengajian. 

Padahal memang itu semua mengalami proses sedikit demi sedikit. Ada yang mulai rajin shalat ketika memiliki hajat menikah. Ada yang rajin pengajian karena diajak seseorang yang disegani, dll dll.

Akhirnya, apa sih kesimpulan dari tulisan ini? Kesimpulannya adalah bahwa apa yang kita lihat sekarang ini terhadap orang lain dalam hal pekerjaan dan ibadah adalah semua itu merupakan proses berkelanjutan. Itu semua tidak dimulai ujug-ujug/ tiba-tiba. Sehingga jika ada orang yang saat ini mapan dan berkecukupan, rajin ibadah, maka orang lain pun juga bisa seperti itu. 

Syaratnya cuma satu, yakni mau berproses. Penutup tulisan ini, penulis menyampaikan kata-kata sakti, "Pandanglah orang lain yang lebih rendah darimu dalam urusan dunia, dan lihatlah oranglain yang diatasmu dalam urusan akhirat, dengan seperti itu engkau tak akan melupakan rasa syukurmu kepada Allah Yang Mahatinggi". Penulis menyebut kalimat tersebut kalimat sakti karena hal ini dapat menjauhkan dari segala bentuk kegalauan, menghadirkan ketenangan, dan berbuah pahala yang manis. 

Barangkali pembaca bertanya, "bagaimana bisa memegang kalimat tersebut berbuah pahala?", jawabannya adalah karena hal tersebut berasal dari lisan suci Rasulullah. Sehingga segala bentuk perkataannya menjadi bentuk kecintaan bagi manusia yang memegangnya dengan ikhlas. Jadi, mari bekerja dan beribadah, kemudian setelah itu jangan lupa untuk bersyukur atas semua yang Allah berikan kepadamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline