Beragamnya kegiatan memaksa manusia untuk pandai membagi waktu. Namun seringnya diantara waktu yang tersedia, maka datang pula berbagai macam kegiatan yang 'harus' ditangani. Ketika hal itu terjadi, manusia akan 'keteteran' dan sibuk dibuatnya. "Mau bagaimana lagi, kerjaan datang bareng-bareng tanpa permisi, padahal tangan cuma dua", pekerjaan harus selesai jam sekian, tanggal sekian, dll. Itulah yang biasa dikatakan orang. Mereka pun sering dibuat 'stres'. Makan tak sempat, tidur pun tak nyenyak. Akhirnya selain berdampak pada psikologis, hal itu juga berdampak pada fisiologis.
Namun ironisnya, pada saat-saat tertentu justru orang mempunyai waktu longgar sangat banyak. Bahkan sampe bingung mau mengerjakan apa. Liburan sudah dilakukan, santai-santai sudah dilalui, sampai bosan bermalas-malasan. Itulah mengapa seolah-olah persebaran rasio antara waktu dan pekerjaan begitu 'njomplang', tidak seimbang. Hal ini pun tak terkecuali dialami oleh penulis. Maka dari itu, pernah suatu ketika penulis berandai-andai.
Kalaulah, waktu bisa di deposit. Maka waktu libur bisa diseting singkat waktunya, kemudian siswa waktu disimpan untuk mengerjakan pekerjaan disaat-saat kritis. Dengan demikian, orang tidak akan stres karena merasa memiliki cadangan waktu.
Ah, namanya manusia maunya enak saja. Karena seungguhnya jatah waktu semua orang sama. Sehari ada 24 jam, 1 jam ada 60 menit. Tidak ada bedanya antara jam kita dengan jam presiden. Namun demikian, penulis berpegang pada satu prinsip. Hal itu ialah, "apapun yang kamu lakukan, jangan sampai membuatmu begitu stres dan sedih. Engkau adalah yang menguasai situasi, bukan situasi yang menguasaimu.
Suasana hatimu ditentukan oleh dirimu sendiri. Yang berhak mengijinkan hati ini senang atau pun sedih adalah diri sendiri. Dan yang lebih penting lagi, seberapa banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, setidaknya jangan sampai hal itu mengganggu waktu ibadahmu, jangan sampai menyabotase jam shalatmu". Itulah, realitas yang terjadi saat ini pada kebanyakan orang. Dan memang kenyataannya, waktu terus melesat begitu kencangnya, dan tidak bisa ditahan, apalagi ditampung. Hehe, seperti di filem saja.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H