Bila berbicara tentang pendidikan tidak akan ada habisnya, sebab itu maka disebut pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan dianggap sebagai dua mata uang yang berbeda, serba kompleks sekaligus juga sederhana. Sejatinya, anak dididik sejak dalam kandungan, lahir dan kemudian tumbuh kembang sesuai dengan didikan yang diterapkan dalam keluarga. Maka peran pendidikan yang paling utama adalah di tangan keluarga. Namun mengapa ada kecenderungan pihak orang tua menganggap bahwa sekolah memiliki tanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak mereka?.
Terlepas dari segala teori pendidikan yang masing-masing memiliki keunggulan, maka kita sepakat bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru. Dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mewujudkan lingkungan pembelajaran yang optimal bagi siswa. Mari kita telisik apa dan bagaimana pendidikan yang mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan.
A. Mengantarkan murid selamat dan bahagia
Ketika orang tua mengantar dan menyerahkan anak ke sekolah, mereka berharap bahwa di tangan guru (Pihak sekolah) anaknya akan mendapatkan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Sekolah dianggap sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak mereka. Maka ketika anak bermasalah atau tidak mampu meraih prestasi seperti harapan orang tua, tudingan diarahkan ke pihak sekolah. Sebaliknya, sering juga kita dengan jika anak berprestasi, ada kecenderungan orang tua mengklaim bahwa si anak memang sudah memiliki "Gen pintar" dari orang tuanya. Kalau sudah begini, dimana titik temunya?.
Fungsi pendidikan untuk mengantarkan siswa selamat dan bahagia. Ketika guru menyampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah saja, maka ada kemungkinan suasana belajar tertib, tanpa gangguan suara lainnya. Namun apakah siswa kita mampu menyerap pelajaran dengan baik dan nyaman dengan metode tersebut?. Zaman sudah berubah, dulu kuda gigit besi, sekarang kuda makan roti (Sekadar pemisalan). Perspektif pendidik tidak selalu sama dengan perspektif siswa.
Tidak jarang siswa merasakan kebalikan dari apa yang dirasakan oleh guru. Ketika guru merasa cocok dengan metode ceramah, maka ada siswa yang merasa bosan dan kurang tertarik. Guru tidak boleh membatasi sumber belajar yang digunakan oleh siswa, karena jika dibatasi/ditentukan, maka siswa merasa terkekang bahkan ketakutan. Hal seperti inilah yang tidak memerdekakan siswa.
Sebagai pendidik, sebaiknya tidak hanya memberikan pengetahuan dan informasi saja. Pendidik juga harus memberikan pemahaman tentang fungsi dan kegunaan materi pelajaran dalam kehidupan. Disamping itu, pendidik juga sebaiknya mampu memahami dan mengenali kekuatan kodrat anak. Dengan artian bahwa setiap anak dapat mengekspresikan dan membuat pemahamannya sendiri dengan cara yang berbeda.
Demikian halnya dalam melakukan penilaian, pendidik sebaiknya tidak hanya menggunakan satu jenis alat pengukuran lalu menyimpulkannya. Penilaian dapat dilakukan dengan alat pengukuran lainnya yang melibatkan siswa, untuk merefleksikan pemahaman dari pengalaman belajar dan evaluasi diri. Maka sesungguhnya fungsi pendidikan itu adalah mengantarkan siswa agar siap hidup dan memberikan kepercayaan bahwa di masa depan merekalah yang akan mengisi zamannya. Mereka tidak cukup hanya hidup untuk kepentingan dirinya, jangan sampai individualistik.
Di masa depan, anak didik kita akan berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungan dimana dia berada. Bersama-sama mereka akan mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup. Jika harapan ini terwujud, maka fungsi Pendidikan akan berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara. Untuk itu, maka kita sebagai pendidik harus memahami beberapa hal, yaitu:
a. Setiap siswa memiliki kodrat kekuatan/potensi-potensi yang berbeda