Tanggal 23 Juli merupakan hari istimewa bagi anak Indonesia, karena ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional (HAN) berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1984. Peringatan HAN merupakan bagian penting dalam upaya Bersama mengkampanyekan pemenuhan hak dan perlindungan anak Indonesia.
Secara sederhana, pengertian anak adalah manusia yang belum mencapai tahap dewasa secara fisik dan mental. Dewasa secara fisik ditandai dengan masa puber. Sementara, dewasa secara mental adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun, dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun (Wikipedia).
Tahun ini HAN mengusung tema "Anak terlindungi, Indonesia maju". Dengan logo khusus, tiga orang anak memegang bendera merah putih, yang memiliki makna bahwa anak Indonesia perlu didukung dan dilindungi, agar tumbuh menjadi manusia dewasa yang berjiwa Pancasila di bawah naungan sang merah putih.
Anak Indonesia memiliki hak yang sama, tidak memandang suku, ras, agama, dan golongan. Bahkan anak disabilitas juga memiliki cita-cita dan impian yang sama.
Selanjutnya, warna merah putih membawa pesan kebersamaan serta nasionalisme anak-anak Indonesia. Anak Indonesia harus kreatif, semangat, dan saling dukung, juga menguatkan, meski dalam masa-masa sulit.
Berikutnya, pada logo HAN terdapat garis warna abu-abu, yang bermakna bahwa pandemic mengubah pola hidup anak Indonesia. Meski demikian, pemenuhan hak anak harus diprioritaskan. Anak harus tetap mampu berkreasi, dengan mendapat dukungan penuh dari keluarga.
Menurut data tahun 2022, anak usia 0-17 tahun di Indonesia ada sekitar 79,7 juta, atau 29,5% dari jumlah penduduk. Dapat dibayangkan, dengan jumlah sebanyak itu, maka tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang dewasa sangat berat. Mari kita lihat sejenak apa saja kegiatan dan tingkah laku anak Indonesia selama pandemi hingga masa-masa pemulihan.
Sejak diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), maka anak Indonesia memiliki kebiasaan baru, lebih intens mengakrabi gadget serta munculnya istilah kaum rebahan. Gadget, dengan berbagai aplikasi, memudahkan anak melakukan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan positif sampai kegiatan negatif.
Jika anak Indonesia memaksimalkan penggunaan gadget untuk kebutuhan belajar, maka kita sangat-sangat bersyukur, sebab mereka mampu mengatasi masa sulit dengan arif. Sebaliknya, jika terjadi penyalahgunaan terhadap gadget, bagaimana reaksi kita?.
Masa pandemi membuat anak-anak Indonesia kebingungan menyalurkan energi yang benar-benar berlebih. Berdiam dirumah selama dua tahun, mengalihkan perhatian mereka pada dunia gadget yang penuh warna. Beragam aplikasi dengan mudah dapat di akses, ditambah lagi dengan konten-konten yang kurang edukatif sangat mudah melekat di benak mereka.