"Tiket bagi Ahok mengikuti pilkada 2017 tinggal bergantung pada soliditas tiga partai pendukungnya: Nasdem, Hanura & Golkar. Jika satu di antara mereka menarik dukungan, peluang Ahok menjadi gubernur lagi dipastikan kandas. Ia pasti tak bisa mengikuti pemilihan karena tidak cukup kursi pendukung di parlemen, sementara jalur perseorangan sudah ditutup," demikian Koran Tempo, edisi Kamis 11/8.
Mari kita bedah komposisi kursi yang dimiliki Koalisi Pendukung Ahok: Nasdem (5 kursi) + Hanura (10 kursi) + Golkar (9 kursi). Totalnya 24 kursi. Sementara batas minimum kursi dari jalur parpol disyaratkan oleh KPU DKI sebanyak 22 kursi.
Risiko pecahnya koalisi tersebut terletak pada belum disepakatinya siapa yang bakal resmi mendampingi Ahok sebagai DKI-2. Nah, Fadel Muhammad selaku Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar bahkan telah mengeluarkan pernyataan bahwa dukungan partainya bisa berubah seiring perkembangan situasi politik, karena "Politik itu cair!"
Akankah Partai Golkar bermanuver sekaligus menunjukkan tingginya jam terbang yang dimilikinya dalam kancah perpolitikan nasional?
Ibarat bermain tinju, jika lawan susah diserang dalam jarak pukul yang normal karena pertahanan "double cover" nya yang rapat, maka lakukanlah "clinch" atau merangkul. Merapatlah, dekati lawan sambil tarik napas dan atur tempo, hingga menunggu saat yang tepat saat lawan lengah dengan serangan tiba-tiba yang mengejutkan sekaligus mematikan. "Boom...!" maka terkaparlah lawan.
Namun segala sesuatu bisa saja terjadi dalam politik. Bisa jadi Ahok sudah punya kartu as lain yang disimpan untuk amankan dirinya di pilkada nanti, untuk kemudian memenangkan kontestasi yang penuh hiruk-pikuk ini. Just wait and see..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H