Lihat ke Halaman Asli

Politik dan Media

Diperbarui: 24 Februari 2022   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: ndla.no

Di era keterbukaan informasi saat ini politik dan media tidak dapat dipisahkan ibarat pinang dibelah dua keduanya mengambil peran dan azas mamfaat satu dengan yang lain demi suksesi kepentingan.

Media yang sejatinya sebagai saluran saluran informasi dan edukasi serta hiburan belakangan acap ditunggangi oleh aktor-aktor politik guna membangun dan menggiring opini yang ujung-ujungnya untuk mendongkrak elektabilitas.

Begitu juga halnya politik, media menggunakan isu-isu politik sebagai komoditas unggulan untuk menaikkan oplah atau pembaca/pemirsanya (viewers). Apakah kepo politik telah menjadi sifat alami manusia sehingga setiap kemunculannya menciptakan fenomena dan impresi? atau media dewasa ini memang sangat mahir dalam mengemas komoditas politik sehingga dapat mudah mengontrol kognitif dan emosi viewers?.

Beranjak dari etimologi, politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang bermakna negara kota, dan setelah mengalami perkembangan tingkah laku manusia politik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi antara individu dengan individu lainnya guna mencapai kemamfaatan bersama atau usaha untuk menuju kehidupan yang lebih baik (en dam onia atau the good life, Plato dan Aristotles).

Peter Merkl dalam Miriam Budiarjo (2007) menegaskan definisi politik  sebagai jalan untuk mencapai kepentingan yang bermuara pada terciptanya tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Apakah politik berkonotasi baik atau positif? mari kita cek toko sebelah. 

Toko sebelah atau sisi lain, politik memiliki definisi yang negatif bahkan ekstrem mengingat konsep "memperebutkan dan mempertahankan" kekuasaan seperti yang disampaikan oleh Niccolo Machiavelli yakni politik adalah suatu cara untuk mencapai kekuasaan dan kepentingan kelompok, oleh sebab itu untuk melestarikan kekuasaannya  maka diperbolehkan menggunakan segala cara.

Konsensus defenisi tersebut melahirkan pemahaman dan konsep yang dituangkan  dalam suatu metode ilmiah yang bernama ilmu politik yang memiliki ruang lingkup yang sangat luas sebagai bagian dari ilmu sosial yang meliputi ketatanegaraan, pemerintahan, kebijakan, siasat dan sejenisnya, kembali kepada user bagaimana cara dan tujuan menggunakannya apakah konstruktif atau destruktif.

Beralih ke variabel selanjutnya, media menurut Hafied Cangara (Pengantar Ilmu Komunikasi, 2010:123) adalah alat atau sarana untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan media massa didefinisikan lebih spesifik sebagai alat penyampai pesan yang dapat berbentuk surat kabar, televisi, radio dan film dan mengalami perkembangan signifikan seiring dengan munculnya internet yang bernama media sosial.

Di awal kemunculannya sekitar tahun 1920-an media massa disinonimkan sebagai pers yang identik dan dikaitkan dengan kegiatan jurnalistik. Kegiatannya tidak jamak karena hanya dilakukan orang-orang tertentu sesuai dengan kaidah-kaidah profesi dan output-nya adalah berita yang disampaikan kepada khalayak ramai.

Sementara media sosial merupakan kelanjutan dari perkembangan media massa atau buah dari teknologi komunikasi yang kemunculnya hampir bersamaan dengan internet sekitar tahun 70-an yang ditandai lahirnya surat elektronik (E-mail).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline