Malang nian nasib Permadi Arya alias Abu Janda. Orang-orang yang dulu tak menggubrisnya atau hanya menganggapnya sebagai sebuah kameo di dunia maya kini bersuara dan memposisikan diri berhadapan dengannya. Seeeb, naseb..
Konfrontatif nan Kontroversial? Ya, Abu Janda
Abu Janda al-Boliwudi bukanlah sosok asing di blantika media sosial (medsos) tanah air. Pernyataan-pernyataannya kerap booming dan menjadi polemik di masyarakat. Hujatan pun saya yakin sudah menjadi santapan wajib baginya. Hal itu menjadi resiko bagi seorang pegiat medsos yang jelas-jelas berafiliasi ke salah satu kutub dalam kehidupan berpolitik di negeri ini.
Namun kasus yang dihadapinya kali ini berbeda. Bahkan bisa dikatakan lebih cetar dari sekedar hujatan pihak yang selama ini berlawanan dengannya.
Orang-orang yang dulu tak menggubrisnya atau hanya menganggapnya sebagai sebuah kameo di dunia maya, kini bersuara dan memposisikan diri berhadapan dengannya. Termasuk dari golongan masyarakat Islam kultural tanah air, Nahdlatul Ulama (NU), dimana ia kerap memposisikan diri.
Bagi sebagian orang, Abu Janda kerap direpresentasikan sebagai bagian struktural dari NU sebab ia memang secara kentara menggunakan atribut ke-NU-an. Dan pada kenyataannya, ia pernah mengikuti pelatihan sebagai anggota Barisan Ansor Serbaguna atau Banser. Jadi sah-sah saja ia membanggakan diri sebagai bagian dari masyarakat NU.
Namun bukan berarti semua yang dilakukannya mendapat legitimasi dari Banser ataupun GP Ansor. Apatah lagi mewakili. Meskipun benar adanya, bahwa antara ia dan GP Ansor memiliki sikap yang sama terhadap intoleransi, radikalisme atau separatisme berbalut agama.
Kontraproduktif bagi NU?
Pada sebuah talkshow yang dihelat di sebuah televisi swasta beberapa tahun lalu, aktivis medsos itu pernah ditegur Mahfud, MD karena komentar serampangannya mengenai hadits (link). Saat itu ia hendak meng-counter Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mencomot sebuah hadits dalam mengkampanyekan paradigmanya tentang khilafah 'ala minhaj nubuwwah.
Menyatakan bahwa hadits banyak juga yang palsu untuk meng-counter dalil HTI bukanlah sanggahan yang apik karena ia tak secara spesifik menyentuh esensi untuk menghajar balik argumentasi lawan. Penyebabnya jelas, bahwa seorang Abu Janda memang tak memiliki kapasitas mumpuni dalam hal itu.
Dalam banyak kasus, boleh jadi perkataan Abu Janda mengandung kebenaran. Meski dalam hal lain, ungkapannya terkesan kontroversial dan malah kontraproduktif.