Beberapa malam lalu (17/02), di Indonesia Lawyer's Club (ILC) tersaji perdebatan seru antara Wakil Sekjen MUI, Ustadz Zaitun Rasmin dan tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Bermula dari kritik Zaitun kepada Ngabalin yang menggunaan dalil ayat tentang tabayun, balas pantun mereka berdua membuat Karni Ilyas kerepotan menjadi penengah.
Tabayun, Antara Harus dan Tidak
Tabayun menjadi sebuah poin yang disampaikan Ngabalin dalam memberikan pembelaan bagi Ketua BPIP, Yudian Wahyudi. Persoalan yang diangkat tak lain adalah pernyataan kontroversial 'musuh terbesar Pancasila adalah agama' beberapa waktu lalu.
Saya tak akan membahas lagi tentang pernyataan itu karena sebelumnya sudah pernah saya utarakan di tulisan yang lain. Yang saya ingin ketengahkan adalah poin yang disampaikan oleh kedua narasumber tersebut.
Baik Zaitun maupun Ngabalin, sudah kita ketahui positioning-nya masing-masing. Mengajak penikmat ILC untuk menyelami pendapatnya, Ngabalin menyitir sebuah ayat yang mengetengahkan pentingnya klarifikasi (tabayun), yakni QS. Al-Hujurat : 6)
"Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian."
Tak sependapat dengan Ngabalin yang menggunakan ayat itu untuk kasus Yudian, Zaitun mengkritik keras pria bersorban itu.
Dia pun mempertanyakan tentang pihak yang disebut 'fasik' oleh Ngabalin sebagaimana yang termaktub dalam dalil di atas. Apakah media yang memberitakan? Ataukah yang lain?
Zaitun pun mengatakan bahwa pernyataan Yudian sudah gamblang sehingga tak diperlukan lagi klarifikasi.
Menurut saya, yang jadi masalah adalah melihat pernyataan itu sepotong-sepotong. Jika melihat satu rentet kalimat yang mengatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama, maka benar bahwa kalimat itu berbahaya karena mempertentangkan Pancasila dan agama.
Namun fakta lain yang tak kalah kuatnya adalah kalimat-kalimat Yudian yang justru mengatakan sebaliknya, Pancasila sama sekali tidak beroposisi dengan agama.
Dalam beberapa kesempatan --dalam video yang sama-- Yudian mengatakan bahwa sila-sila dalam Pancasila itu bersifat relijius dan amat mudah menemukan makna setiap sila dalam semua ajaran agama yang diakui di Indonesia.
Sehingga dengan begitu sukar untuk menyimpulkan bahwa reliji atau agama merupakan musuh dari sesuatu yang relijius (Pancasila), kecuali ungkapan itu memiliki konteks tersendiri dan tak bisa diartikan secara tekstual.