Suatu ketika, Kiai Hasyim didatangi santrinya yang bernama Basyir. Sang santri bercerita perihal seseorang yang berdakwah dengan cara yang berbeda dengan pendakwah pada umumnya. Setelah mengetahui ciri-cirinya, Kiai Hasyim berkata,"Oh, itu Kang Darwis."
Beliau pun menyuruh santrinya yang asal Kauman Yogyakarta itu untuk membantu dakwah orang itu. Dan beberapa puluh tahun kemudian, anak santri Basyir pun menjadi orang nomor satu di organisasi yang didirikan oleh pendakwah asal Yogya tadi, Muhammadiyah. Dialah KH. Azhar Basyir.
Fakta di atas kadang menjadi bahwa candaan orang NU ke Muhammadiyah, yakni bahwa pemimpinnya Muhammadiyah itu ya orang NU. Fakta lainnya adalah bahwa dua ormas Islam asli Indonesia ini merupakan hasil perjuangan KH. Ahmad Dahlan yang bernama kecil Muhammad Darwis dan KH. Hasyim Asyari yang di masa mudanya pernah nyantri bareng di bawah asuhan KH. Muhammad Shalih bin Umar al-Samarani atau Kiai Soleh Darat, Semarang.
Nahdlatul Ulama, Berawal dari Kerisauan Ulama Jawa
Tanggal 31 Januari 1926 adalah hari lahir (harlah) organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Diinisiasi oleh Hadratusysyaikh Muhammad Hasyim Asyari dan dibantu oleh KH. Abdul Wahhab Hasbullah serta KH. Bisri Syansuri, NU menjadi sebuah perhimpunan para pengikut ahlussunnah wal jamaah (sunni) hingga kini.
Berdirinya NU diawali oleh munculnya penguasa baru di jazirah Arab yakni Klan Saud yang memenangkan persaingan dengan klan Rasyidi. Kekalahan Turki yang merupakan sekutu Rasyidi pada Perang Dunia I membuka jalan bagi berkuasanya Klan Saud, mulai dari Nejd, Hail sebagai pusat kekuasaan Rasyidi, Hijaz, Makkah dan Madinah hingga Jeddah.
Di bawah pemerintahan baru yang memegang teguh ajaran Syekh Muhammad Abdul Wahhab (1702-1792 M) atau yang kerap disebut Wahhabi, terjadi perusakan situs-situs peninggalan Islam yang diklaim sebagai biang kerusakan akidah umat.
"...Muhammad Abd al-Wahhab menanamkan paham dan ajaran-ajarannya dengan kekerasan sehingga tanpa rasa risih menuduh orang yang menolaknya sebagai orang kafir dan syirik yang boleh dibunuh aau membongkar kuburan dan meratakannya dngan tanah dan merusak bangunan mesjid kalau itu dianggapnya merupakan tempat yang membawa kepada kemusyrikan."
Demikian paparan guru besar Ulumul Quran IAIN Antasari Prof. Dr. H. A. Athaillah, M.Ag dimuat dalam situs Muhammadiyah.or.id.
Bermula dari kerisauan itulah para ulama Jawa dan Madura sepakat untuk membentuk sebuah kelompok kecil yang diberi nama Komite Hijaz. Komite itulah yang menjadi cikal bakal perhimpunan para ulama yang dinamai Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Komite kecil itu diutus untuk mengantarkan surat kepada Ibnu Saud yang diantaranya berisi permohonan untuk membebaskan pelaksanaan peribadatan dalam 4 mazhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah) dan tetap diramaikannya tempat-tempat bersejarah karena tempat tersebut diwakafkan untuk masjid.
Friksi Pemikiran Wahhabi dan Umat Islam Lain