Dilansir detikcom, dalam pemaparannya digedung Lemhamnas, Jakarta Pusat Jumat lalu (13/6), Menkopolhukam Wiranto mengakui adanya kelompok yang memiliki agenda yang bertentangan dengan Pancasila. Perkataannya itu merujuk pada aktivitas para penggiat khilafah yang selama ini identik dengan organisasi masyarakat yang sudah dibubarkan oleh pemerintah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Realitanya pembubaran itu tak serta merta menghentikan aktivitas para syabab-nya, terbukti dari banyaknya orang yang masih mengkampanyekan khilafah di negeri ini. Untuk itu, saat ini pemerintah tengah menggodok instrumen perundangan untuk melarang propaganda serupa dan menjerat individu yang terlibat di dalamnya.
Khilafah, Pilihan Politik atau Kewajiban
Khilafah sebagai sistem politik pemerintahan dipandang sebagian umat Islam --diantaranya HTI-- sebagai sebuah tatanan bernegara yang wajib diwujudkan, seberapa besar tantangannya. Termasuk saat umat Islam di dunia sudah bernaung di bawah pemerintahan negara-negara bangsa dengan berbagai macam sistem.
Bagi HTI, khilafah yang mewujud dalam pemerintahan pasca Rasulullah S.A.W harus diimplementasikan hingga saat ini. Meski dapat dipastikan, mereka sendiri tak dapat menjamin adanya sosok khalifah yang memiliki kapasitas dalam memimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama.
Dalam sekian ratus tahun perjalanan khilafah, sudah barang tentu ada pemimpin yang tak memiliki kapasitas sehebat amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz (dari Dinasti Umayyah) yang memerintah dari 717 hingga 220 M. Apatah lagi sekaliber khulafaur rasyidin.
HTI mempersamakan antara sistem pemerintahan era khulafaurrasyidin (4 khalifah selepas meninggalnya Nabi) dengan era kepemimpinan ala dinasti yang terjadi setelahnya, yakni dari masa pemerintahan Bani Umayyah yang didirikan oleh sayyidina Muawiyah bin Abi Sufyan hingga khalifah terakhir Dinasti Turki Utsmani, Muhammad VI yang memerintah hingga 1920.
Lalu jika kita berbicara mengenai beberapa pemimpin dhalim dari sekian ratus tahun masa pemerintahan yang membentang selepas era khulafaurrasyidin hingga masa Turki Utsmani berakhir, dengan serta merta kita akan dicap menyerang khilafah dan menolak ajaran Islam.
Hal itu terjadi karena perbedaan titik tolak. Bagi para penggiat khilafah, mewujudkan khilafah adalah kewajiban dalam rangka menyempurnakan dinul Islam. Sedangkan mereka yang menolak ide khilafah melihat tak ada dalil sharih (jelas) mengenai kewajiban mendirikan negara dalam bentuk khilafah. Yang ada adalah kewajiban dalam menentukan khalifah (pemimpin).
Dukungan Ormas Mayoritas
Sebenarnya negara tidak berjuang sendiri dalam membendung arus gerakan transnasional tersebut. Ada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang sudah menyepakati tentang finalnya NKRI.