Kau terlahir dari kecamuk rasa
Terlahir dari gelisah, peduli, serapah amarah, tumpah semua rasa
Entah berapa banyak energi terlepas saat menulis, menggores, merupamu
Dan ketika rasa tertuang, ku baca ulang, ku tatap seksama
Sayangku berkata: “Ya! kau adalah anakku, puisi-puisiku!”
-----
Aku mendengar bisikmu
“Bu, sampai kapan ku di sini?”
“Sampai kapan ku terbaring, kaku terbujur dalam lembar-lembar kertas ini?”
“Bu, kapan ku kan berdiri, menyapa dunia, bersenandung, terus berlari?”
-----