Lihat ke Halaman Asli

Mashen

Penulis

MK Kini Menjadi 'Mahkamah Keluarga' Dukung Politik Dinasti?

Diperbarui: 19 Oktober 2023   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 16 Oktober kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mengeluarkan keputusan yang mengabulkan sebagian dari gugatan uji materi terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden. Keputusan ini telah menciptakan banyak kontroversi dan debat di masyarakat, dengan beragam pandangan terkait konsistensi argumen yang digunakan oleh hakim MK dalam mengambil keputusan ini.

Kontroversi utama dalam keputusan MK ini adalah bahwa, alih-alih menolak gugatan secara keseluruhan, hakim konstitusi memilih untuk menerima dan mengabulkan sebagian dari gugatan tersebut. Langkah ini telah menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi argumen yang digunakan oleh hakim dalam menyikapi permasalahan ini, serta dampak lebih luasnya pada lanskap politik Indonesia.

Dari segi yuridis, banyak pihak berpendapat bahwa MK seharusnya tidak seharusnya mempertimbangkan uji materi terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden. Mereka berargumen bahwa masalah ini adalah soal kebijakan legislatif yang seharusnya menjadi ranah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat undang-undang. Dengan kata lain, hal ini lebih merupakan isu legislasi daripada isu konstitusi. Keterlibatan MK dalam masalah ini dinilai oleh beberapa kalangan sebagai bentuk keluar dari kewenangannya.

Namun, yang lebih mendalam dari keputusan MK ini adalah implikasi yang lebih besar terhadap politik dan pemerintahan. Keputusan yang tampaknya menguntungkan keluarga Jokowi dengan menghapus sebagian batas usia calon presiden dan wakil presiden telah menciptakan keraguan akan potensi munculnya politik dinasti. Banyak yang berpendapat bahwa langkah ini dapat memudarkan batasan antara lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk kekuasaan yudikatif, eksekutif, dan legislatif, yang pada gilirannya dapat melemahkan sistem pengawasan dan keseimbangan kekuasaan yang menjadi landasan demokrasi.

Salah satu keprihatinan utama yang muncul dari keputusan MK ini adalah potensi munculnya politik dinasti keluarga. Dengan memungkinkan calon-calon tertentu untuk mengabaikan persyaratan usia minimal, MK mungkin tidak sengaja membuka jalan bagi dinasti politik dari keluarga siapapun yang sedang berkuasa. Hal ini dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi, persaingan yang adil, dan rotasi kekuasaan.

Keputusan ini juga memunculkan pertanyaan tentang pemisahan kekuasaan dalam sistem politik Indonesia. Kekuasaan yudikatif seharusnya berperan sebagai pengawas terhadap cabang-cabang legislatif dan eksekutif pemerintahan, untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam batas konstitusi. Namun, ketika lembaga yudikatif turun ke dalam masalah legislatif, hal tersebut dapat membingungkan garis pertanggungjawaban dan tanggung jawab.

Secara keseluruhan, keputusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden telah menciptakan kontroversi yang signifikan. Para pengamat berpendapat bahwa keputusan ini mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, termasuk potensi munculnya politik dinasti dan tantangan terhadap pemisahan kekuasaan. Sementara para pakar hukum mungkin terus mendebatkan nilai keputusan MK, dampak lebih luasnya pada politik dan pemerintahan Indonesia merupakan hal yang patut dikhawatirkan. Masih perlu dilihat bagaimana keputusan ini akan memengaruhi lanskap politik di masa depan dan lembaga-lembaga demokratis di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline