Hari yang mulai siang dan terik matahari yang membakar tubuh tak mengurangi semangat kami berjalan sekitar 300 meter menuju MAN I Jember. Sebenarnya ada angkutan tradisional becak yang berjajar rapi di pertigaan jalan Kaliwates itu. Namun kami memilih berjalan karena ingin tahu jalan yang kata para siswa berseragam itu dekat, sekaligus kami ingin menikmati suasana pengalaman pertama kami ke sekolah baruku. Meski dengan beberapa kali menyeka keringat karena kepanasan, ku lihat bapak dan Cak Karim terlihat semangat sambil tolah toleh kiri melihat bangunan yang terdiri dari warung dan kos-kosan sambil bergumam,”Enak ya, banyak warung dan took-toko. Kalau butuh makanan variasi, tinggal marung aja,” terang bapak kepadaku.
Setelah sekitar 7 menit kami berjalan sambil menenteng tas pakaian, kardus buku dan kitab dan beberapa makanan yang akan kami bagikan ke teman-teman, rombongan kami berhenti di depan bangunan melingkar di sebelah lapangan. Saat kami datang, beberapa siswa dengan pakaian biasa sedang duduk-duduk di buk samping pintu gerbang masuk yang belakangan kami tahu itu adalah Asrama MAPK. Ada beberapa nama yang tak bisa aku lupakan saat itu, antara lain Afif, Adien dan Hibbi serta Romli. Kami pun langsung bertanya kepada mereka di mana asrama MAPK dan MAN I Jember berada. Mendengar pertanyaan saya itu, dengan ramahnya Hibbi dan Romli langsung mengantar saya masuk ke Asrama MAPK yang ternyata di samping mereka nongkrong itu. Sebab, saat itu belum ada tulisan papan besar yang dibikin pada masa kepemimpinan ketua asrama Afif.
Sambil berjalan, kami pun berkenalan dengan mereka. Aku perkenalkan diri sebagai calon siswa MAPK yang lolos tes di Surabaya. Mereka pun langsung menjelaskan bahwa mereka juga siswa MAPK kakak kelasku. Setelah kami saling tahu, mereka berdua langsung menunjukkan asrama timur sebagai tempat jujukan saya pertama kali. Sejak saat itulah, saya mulai mendapatkan informasi dari para senior itu, yang ternyata mereka itu adalah panitia penerimaan siswa baru MAPK di Jember. Hibbi memberitahuku sambil menjelaskan asrama bahwa aku termasuk assabiqunal awwalun dalam beregistrasi. Saat memasuki ruangan di asrama timur, aku lihat sarir masih berjajar tak beraturan dan beberapa pintu lemari terbuka. Hibbi pun tanpa kutanya langsung menjelaskan kepada kami bahwa ruangan ini baru saja ditinggal penghuninya yang saat itu baru naik ke kelas 3 yang pindah ke asrama selatan.
Setelah kami letakkan barang, Hibbi langsung memintaku memilih sarir dan lemari tempat menyimpan baju. Aku pun langsung memilih lemari dan sarir di asrama kamar bagian utara yang ada di dekat pintu masuk. Aku lihat ada beberapa orang yang sudah datang duluan sudah menduduki sarir yang dipilihnya. Saat aku Tanya sambil berkenalan, teman-teman baruku ini berasal dari daerah Madura namanya Istnan Hidayatullah. Kami pun langsung akrab dan saling berbagi info dan membantu memperbaiki sarir yang berantakan itu.
Setelah sarir kupilih dan lemari kudapatkan, aku letakkan semua barang bawaan mulai dari baju, buku sampai makanan tahan lama seperti abon sapi dan makanan ringan untuk kawan-kawan seperti renginang, menterese dan roti-rotian di lemari yang kupilih. Setelah itu, karena waktu pendaftaran tinggal 2 hari lagi, aku memutuskan untuk langsung melakukan daftar ulang di MAN I Jember. Farihin Cs pun langsung memberi petunjuk kepada kami untuk prosesi registrasi di MAN I setelah aku sampaikan mau melakukan daftar ulang. Kami pun melangkah keluar asrama menuju Kampus baruku, MAN I Jember setelah paham soal teknis dan tata cara registrasi. Sekitar 5 menit kami berjalan, sampailah kami di kampus baru, dan aku langsung mengantri untuk registrasi. Sekitar 10 menit aku tunggu giliran aku menyerahkan syarat-syarat registrasi dan 10 menit setelah itu selesailah proses registrasi dan aku resmi tercatat sebagai siswa MAK angkatan 1996, yang sebelumnya aku sebut MAPK itu. Setelah registrasi, aku diajak jalan-jalan keliling kampus baru untuk melihat kelas dan semua fasilitas yang menunjang studiku nanti.
Jujur kuakui, diriku sedikit surprise dengan kampus baru yang besar dan luas serta lengkap ini. Maklum, sebagai lulusan sekolah swasta yang berada di desa, memang fasilitas sekolah kami dulu tak selengkap MAN I. Aku sempat diajak keliling oleh para siswa-siswa senior di MAN I yang tergabung dalam OSIS MAN I Jember yang bertugas membantu mengenalkan kampus MAN I kepada calon siswa baru. Ku lihat satu persatu ruang kelas dari kelas 1A sampai kelas 3 F. Ku kunjungi perpustakaan besar beserta koleksinya yang lengkap, tempat praktilum mulai dari mesin, elektro, jahit sampai laboratorium bahasa dan ruang-ruang ekstra kampus seperti ruang OSIS dan pramuka serta pengembangan seni budaya dan kreativitas siswa lainnya.
Sungguh luar biasa! Sebagai siswa baru tentu aku bangga bisa masuk dan menjadi bagian dari MAN I Jember. Apa yang diceritakan pak haji dulu memang benar adanya. Setelah puas mengenal sekilas tentang seluk beluk kampus baruku, aku sudah mulai rancang kegiatan dan membayangkan kegiatan apa saja yang akan aku ikuti di sekolah baruku ini yang ku ketahui namanya tak lagi MAPK tetapi berganti menjadi MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) sesuai keputusan menteri agama setelah Munawir yaitu Pak Tarmizi Taher.
Karena terbawa suasana senang dan bahagia mungkin, tak terasa tiba-tiba waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore setelah kami mengelilingi sekolah baru yang merupakan sekolah Aliayah Negeri terbaik di Jawa Timur itu. Kami pun memutuskan kembali ke asrama untuk menunaikan salat duhur sebelum bapak dan pengantarkupulang. Untuk mengejar waktu agar tak terlalu malam sampai di rumah, bapak dan Cak Karim langsung meminta izin untuk meninggalkanku di asrama setelah kami salat duhur dan asar. Suasana haru pun terjadi saat itu meski tak ada tangis dan air mata dalam pertemuan terakhir kali kami waktu itu karena memang aku sudah terbiasa hidup di pesantren yang hidup berpisah dengan orang tua. Sejak kelas 5 MI sampai kelas 3 Tsanawiyah aku tinggal di pesantren samping rumah dan biasa tak bersama dengan orang tua kecuali saat jam makan kami pulang.
Namun, tiba-tiba mataku terasa sembab saat bapak memelukku dan berpesan sebelum kami berpisah. “Nak, ini adalah kesempatan besar dan berharga. Karena itu jangan kau sia-siakan. Belajarlah yang rajin, giat dan semangat. Jangan lupa berdoa dan tawakkal setelah semua usaha kau lakukan. Faida azamta Fatawakkal Alallah. Doaku dan ibumu senantiasa bersamamu. Jaga kesehatan, jaga diri baik-baik, taati para gurumu dan ikuti aturan yang ada serta jaga ahlakul karimah,” kata bapakku sebelum kami berpisah sore itu. Ku balas dengan jawaban singkat karena aku tak bisa berkata apa-apalagi, “ngeh pak, insyallah semua amanat dan nasihat itu akan kami pegang dan kulo jalankan. Mohon doa dan bimbingannya selalu ya pak,” jawabku tak banyak. Demikian dialog kami sore itu dan “Assalamualaikum,” kata bapak, sambil memelukku, dan kujawab “walaikum salam,” sambil ku pegang tangannya dan kucium agak berapa lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H