Lihat ke Halaman Asli

3. Keputusan Penting di Dapur

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di pagi yang mulai terang itu, setelah melakukan obrolan santai yang diselingi dengan beberapa guyonan khas bapak kepada ibu yang sedang memasak,bapak memulai menyampaikan beberapa hal terkait hasil debat kecil dengan pak haji sore itu. “Setelah melakukan perdebatan dan pertimbangan yang mask, aku akhirnya menilai saran dan masukan pak haji masuk akal. Insyallah kamu bisa melanjutkan studi di apa itu namanya,”katanya yang lupa dengan nama sekolah yang disebut pak haji. Aku langsung jawab, “Madrasah Aliyah Program Khusus di Jember,” tegasku sigap. “Iya, sekolah itu,” kata bapak menimpaliku. Kata pak haji, lanjut bapak, “itu sebuah sekolah unggulan dan prestisius karena didisain khusus untuk murid-murid berprestasi dan cerdas di tingkat MTs yang diharapkan lulusannya nanti bisa menjadi ulama yang intelek dan intelek yang ulama. Bukan ulama yang tradisonal dan tidak melek modernitas,” Demikian kata bapak saat itu melanjutkan cerita dari pak haji soal sekolah hebat yang bernama MAPK Jember.

Di kampung halamanku, cerita soal MAPK ini untuk pertama kalinya didengungkan pak haji sejak kami kelas 2 MTs. Beliau bahkan dengan semangat menceritakan bahwa, di MAPK setiap siswanya mendapatkan beasiswa alias sekolah gratis karena prestasinya dan lekakkan di tempat khusus semacam camp pendidikan yang disebut asrama siswa. Selain itu, semua siswanya yang keluar dari sekolah ini dijamin pandai berbahasa Arab dan Inggris karena diwajibkan dalam muhadasah yaumiyyah (percakapan sehari-harinya). Yang lebih mencegangkan lagi dari cerita pak haji saat itu, siswanya selain pandai ilmu agama juga ahli Iptek yang bisa membuat pesawat terbang (satu kata yang sangat gencar dikampanyekan Pak Habibie saat menjadi Menristek saat itu, yaitu peningkatan Iptek dan Imtaq).

Demikian pak haji saat memberikan pembekalan dan motivasi kepada kami agar bisa lulus dengan nilai terbaik dan belajar dengan semangat. Cerita yang sama juga diulangi lagi saat beliau kepada kami saat acara perpisahan pasca pengumuman kelulusan siswa dan saat bertemu orang tua saya. Angan-angankupun melayang jauh saat itu dan muncul pilihan selain melanjutkan ke pesantren ya ke MAPK Jember itu. Ibuku yang sebenarnya tidak pernah ikut campur urusan sekolahku karena selalu manut dengan bapak, mulai ikut nimbrung dan memberi support kepadaku setelah mendengar sekolah gratis dan berkualitas sebagaimana cerita pak haji itu. Dia pun langsung mendukungku untuk bisa mencoba ikut tes di MAPK Jember. “Apa salahnya ikut tes saja pak, kalau lulus syukur, kalau tidak ya kan bisa melanjutkan rencana awal memasukkan Ahmad ke pesantren” katanya memberi argumentasi kepada bapak.

Demikian keluarga kami berembuk saat itu. Akhir kata, pertemuan di pagi mulai siang itu akhirnya menyepakati bahwa diriku harus membawa nama baik sekolah untuk menjajal ‘keangkeran’ MAPK (yang belakangan setelah saya masuk dan lolos ujian namanya sudah berganti menjadi MAK singkatan dari Madrasah Aliyah Keagamaan) yang konon siswanya adalah anak-anak terbaik di negeri ini, khususnya dari Jawa Timur. Sebab memang pada tahap awalnya, MAPK yang digagas Pak Menteri Agama Munawir Syazali ini dijadikan pilot project sekolah percontohan yang dibangun di lima wilayah di seluruh Indonesia. Lima wilayah itu adalah MAPK Jember yang berada di bawah pengelolaan MAN I Jember di Jawa Timur untuk siswa dari wilayah Jawa Timur dan wilayah sebelah timur meliputi Kalimantan, MAPK Surakarta yang berada di Solo untuk siswa yang berada di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya, MAPK Ciamis di Jawa Barat untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya, MAPK Padang Panjang di Sumatera Barat untuk wilayah Sumatera dan MAPK di Sulawesi Selatan untuk wilayah timur Indonesia.

Setelah projek awal ini sukses, untuk wilayah Jawa Timur saja dimekarkan menjadi 3 sekolah MAPK negeri yang dibagi di 3 kabupaten sebagai representasi wilayah, yaitu MAPK Jember untuk wilayah Jatim bagian selatan, MAPK Jombang untuk wilayah Jatim bagian utara dan barat dan MAPK Malang khusus untuk siswi putri. Pemekaran ini juga terjadi di beberapa daerah yang sudah ada MAPK yang kami sebutkan di atas. Selain itu, kesuksesan MAPK dalam pola pendidikan dan pengajarannya merangsang beberapa sekolah swasta juga membuka program yang sama. Khusunya sekolah aliyah swasta yang terdapat dan terintegrasi dengan pondok pesantren. Seperti Aliyah di Ponpes Paiton, Probolinggo dan beberapa lainnya di wilayah Jawa dan Madura. Namun setelah bergantinya menteri agama dari Pak Munawir Sadzali ke Pak Tarmizi Taher, MAPK diubah menjadi MAK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline