Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan 'Spiritual' di Maroko (Bagian Pertama)

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, dengan ditemani cahaya kekuning-kuningan karena menjelang magrib, keputusan diambil. Pak Dubes mendampingi para pengusaha Aljazair untuk menjajal investasi dan peluang impror produk Indonesia. Sementara saya harus menjaga gawang untuk tugas-tugas kordinasi selama berada di negara akreditasi. Keputusan itu disepakati bersama dan datanglah waktu yang telah ditetapkan itu.

12 April 2012 rombongan misi dagang KBRI Alger berangkat ke Indonesia untuk pertama kali setelah kedatangan kami di Aljazair. Tugas harian sudah aku jalani dengan baik dan sampailah pada hari libur jumat-sabtu. Karena kebetulan libur akhir pekan itu bertepatan dengan hari libur tambahan di hari minggunya, maka sejak hari senin setelah keberangkatan, aku putuskan untuk mengisi libur panjang itu.

Aku gunakanlah waktu untuk memenuhi undangan pak dubes Maroko, Kiai Tosari Wijaya sekaligus bisa memenuhi hasrat lamaku sebagaimana yang sampai terbawa dalam mimpi untuk berziarah ke makam syeh Sulaiman Jazuli, pengarang kitab dzalailul khairat yang aku ngaji di Lirboyo kepada kiai Idris Marzuki, sekaligus melihat-lihat negeri seribu benteng itu. Alhamdulillah, niat yang terbersit itu langsung direspon dan dikabulkan Allah, tepat pada hari kamis sore, aku berangkat ke Maroko dengan diantar oleh Marocon Airlines.

Bertemu Saudara Sebangsa

Teman saya Pak Budi, staf lokal untuk urusan protokol mengantarku ke bandara sampai semua siap dan dia meninggalkanku setalah kami menikmati segelas kopi khas aljazair yang pahit dan kental dengan sepotong roti kroasong. Setelah itu, kami langsung menuju ruang tunggu untuk menerima giliran masuk pesawat. Selama proses nunggu itu, kami bertemu dengan saudara kami dari Indonesia, yang akan menjadi TKI di Maroko.

Melihat penampilannya, 4 perempuan ini kelihatannya seperti tak punya takut meski di negeri orang. Rasa penasaran pun muncul. Dan kebetulan mereka yang dari jauh berjalan itu duduk di kursi tunggu dekat saya.
Tiba-tiba salah satu dari mereka menyapa, "mas, dari Indonesia ya?" katanya. saya jawab, "iya". Ibu dari mana? dari Indonesia juga ya" demikian aku balas dengan ramah. Lalu di bercerita panjang lebar soal
rencananya ke Maroko dan kenapa sedikit terdampar di Aljazair.

Itu pertama kali saya bertemu langsung dengan TKW yang menurut pandangan saya, dia korban dari para PJTKI yang tak beres. Sebab, harusnya dia langsung di kirim ke Maroko tanpa harus melewati Aljazair. Namun demi memudahkan memasukkan mereka, mereka diputar lewat Alger menuju Casablanca (salah satu kota di Maroko). Saya pun mencoba mengali kenapa bisa sampai kesasar ke Aljazair. Dia bercerita semua itu karena sesuai arahan dari PJTKI nya tanpa dia menyebut namanya.

Mereka memang tak tampak ketakutan meski sedikit kesasar karena sudah terbiasa menjadi TKI di Arab Saudi. Namun penampilannya tak bisa dipungkiri mereka dari desa dan penampilannya yang hanya bersandal jepit mereka melintasi benua dan pindah negara. Padahal cuaca di daerah magribi masih agak dingin karena menuju peralihan ke musim semi dan transisi ke musim panas. Setelah saling kenal, mereka mulai terbuka soal nasib yang dialaminya.

Bahkan setelah sampai di bandara transit Alger, mereka mengira sudah sampai Maroko dan akan naik bis menuju lokasi penampungan mereka di Maroko. "Abis ini naik bis ya mas ke casablanka," katanya lugu. Ini artinya mereka tak tahu lokasi tujuan pasti. Lalu saya balik bertanya, kok bisa sampai disini sementara nggak tau tujuan pastinya," tanyaku. Mereka menjawab, "kami sudah ada yang urus mas setiap transit di bandara. Ada orang yang berdiri memegang kertas menulis nama-nama kami. Ya kami tinggal ikuti aja petunjuk orang itu," jelas mereka.

"Ohh ...," gumamku sambil berfikir apakah ini korban dari PJTKI nakal atau korban perdagangan orang. Sebagian dari mereka bahkan tak paham bahasa Arab apalagi Bahasa Arab magribi (bahasa darjah) yang sudah tercampur dengan bahasa perancis dan bahasa kabili, atau sering disebut dengan bahasa tamazigh. Tapi ada daya, karena tekad mereka sudah bulat, aku hanya bisa menyarankan agar hati-hati dan pegang erat-erat paspor dan tiketnya. Jangan sampai hilang dan pastikan sampai di casablanka dengan selamat, demikian aku sarankan karena petugas sudah memanggil kami masuk pesawat. Aku pun tak tahu nasib dan kabar mereka setelah kami berpisah, karena tempat cek paspor mereka denganku berbeda dan tak ada no kontak dari mereka.

Kawan Baru dari Mali yang Sedang Bergejolak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline