[caption id="attachment_171383" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Surat Edaran Dikti No. No. 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 tentang kewajiban mempublikasikan makalah pada jurnal ilmiah menuai pro dan kontra. Dibandingkan dengan yang pro, nampak nya lebih banyak kontranya. Setidaknya sikap menolak SE oleh asosiasi PTS menjadi pertanda ketidaksiapan dunia perguruan tinggi menghadapi ketentuan ini.
Dari sekian banyak perguruan tinggi yang ada saat ini, hanya beberapa perguruan tinggi tingkat atas saja yang sudah akrab dengan yang namanya jurnal ilmiah. Bahkan bila bicara tentang jurnal ilmiah yang terakreditasi, akan lebih menyempit lagi jumlahnya.
Seorang pegiat di dunia pendidikan yang juga seorang Kompasianer kita, Aridha Prassetya, berpendapat bahwa SE itu merupakan ‘tamparan’ bagi perguruan tinggi kelas ‘gurem’. Perguruan kelas gurem maksudnya perguruan kecil yang bahkan di daerah tingkat dua seperti kota dan kabupaten pun tidak terdengar namanya. Jangankan untuk mengurusi jurnal, untuk operasional harian saja perguruan tinggi kelas gurem ini banyak yang tinggal memperpanjang nafas. Bagaimana kalau harus ditampar?
Sewajarnyalah apabila lahirnya SE itu telah menimbulkan kegalauan tersendiri di kalangan perguruan tinggi kita. Dalam kenyataannya, diakui atau tidak, dunia perguruan tinggi kita masih gagap dengan budaya menulis. Wajib publikasi makalah pada jurnal ilmiah yang menjadi syarat kelulusan akan menjadi momok yang menakutkan bagi para mahasiswa, terutama untuk jenjang gelar S-1.
Wajib publikasi, apabila benar nanti diterapkan, akan menjadi seperti Unas di tingkat pendidikan menengah dan dasar yang menimbulkan tindakan kecurangan untuk mensiasatinya demi sebuah kelulusan.
Baiklah mengenai Surat Edaran Dikti itu selanjutnya biarlah menjadi agenda pembahasan para pakar pendidikan kita.
Apabila kita melihat latar belakang lahirnya SE tersebut, yaitu kenyataan bahwa budaya menulis di kalangan mahasiswa (dalam jangkauan lebih luas lagi: masyarakat umum) masih sangat rendah, maka ada pula sisi positif dari keharusan publiksasi tersebut. Membudayakan menulis! Dikaitkan dengan masalah bisnis, lahirnya SE tersebut akan semakin menggairahkan bisnis penulisan. Bisnis penulisan akan semakin laris.
Setidaknya sektor bisnis yang berhubungan dengan dunia penulisan yang akan mendapatkan keuntungan itu, misalnya:
01.Sekolah Menulis
Sekolah menulis yang sekarang ada, baik itu off-line maupun sekolah menulis on-line akan kebanjiran order.Mengingat publikasi merupakan syarat kelulusan, maka akan menjadi hal yang sia-sia apabila kemampuan menyelesaikan materi di kampus tidak dibarengi dengan kemampuan menghasilkan karya tulis yang memenuhi syarat untuk dipublikasikan pada jurnal ilmiah. Kemampuan menulis ini bisa didapatkan dari sekolah menulis. Sekolah menulis yang sekarang ada akan kebanjiran peserta. Selain itu, akan bermunculan sekolah menulis yang baru.
02.Seminar / Workshop / Pelatihan singkat
Bisnis memberikan pelatihan menulis dalam waktu singkat (short course) juga akan lebih bergairah. Para pakar penulisan dapat mengorganisir suatu seminar , workshop, atau pelatihan singkat sehari-dua hari di gedung pertemuan umum. Mereka jugaakan mempunyai banyak kesempatan untuk diundang memberikan pelatihan atau menjadi pembicara di kampus.
03.Agen naskah (literacy agency)
Keharusan menulis akan mendorong bisnis penyedia naskah tulisan yang diperkirakan bakal laku dan banyak dicari oleh mahasiswa untuk karya ilmiahnya. Mungkin mahasiswa tinggal membeli naskah ilmiah dan mengedit sana-sini kali ya?
04.Penulis Pendamping (ghost writer)
Keharusan publikasi akan mendorong usaha jasa penulisan karya ilmiah untuk publikasi. Mungkin mirip dengan jasa pembuatan skripsi yang sekarang ada. Rasanya mendorong ketidak-jujuran ilmiah ya, namun kalau ada hubungan simbiosis-mutualistis, harus bagaimana?
05.Lest privat menulis
Para ahli penulisan juga dapat membuka les privat menulis. Bisa perserta yang datang atau tutornya yang datang ke rumah peserta. Jadi tidak hanya mata pelajaran yang sulit-sulit atau les musik, les privat menulis pun bakal ada.
Mungkin masih banyak lagi peluang yang dapat dibidik yang berhubungan dengan dunia tulis-menulis, tinggal bagaimana kejelian kita melihat peluang itu. Konon, kalau kita mau dapat duit kita harus bisa melihat peluang yang tak dilihat orang lain.
Kalau Anda pakar penulisan, mungkin bisa mencobanya! Kalau saya sih hanya asal menulis, menulis asal.
Salam menulis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H