Lihat ke Halaman Asli

Mas Gagah

TERVERIFIKASI

(Lelaki Penunggu Subuh)

Jangan Golput Meski Menyakitkan

Diperbarui: 11 April 2019   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Golput | Kompas.id

Semoga dengan tulisan ini, saya tidak dituduh sebagai orang yang mengajak golput. Tulisan ini hadir sebab sejak kemarin ingin menuli tema ini. Tetapi bingung mau menulis apa ini tentang golput. Sudah banyak oran lain yang menuliskan tentang golput ini. Catatan inipun bukan berdasarkan preferensi ilmiah. Hanya sekedar opini pribadi saya yang mungkin masih sangat subjektif.

Saya sendiri pernah kecewa dengan kontestasi politik tahun ini. Kekecewaan itu hampir membuat saya tak mau terlibat dengan urusan politik. Pilihan yang menarik adalah dengan menjadi golongan putih 'golput'. Penyebabanya, saya mungkin kecewa dengan penyelenggaran demokrasi saat ini.

Pada kontestasi politik tahun 2019 ini, awalnya saya berharap tidak hanya dua calon yang muncul. Harapan saya, hadir mungkin tiga atau empat poros capres. Dengan proporsi partai politik yang lumayan banyak, saya berharap ada setidaknya minimal empat jagoan.

Di hadapan mahasiswa, saya ceritakan keinginan ini. Politik akan menarik jika calonnya lebih dari dua orang. Jika hanya berulang dua calon yaitu Pak Jokowi dan Prabowo, maka pertandingannya tidak menarik. Pada akhirnya, kekecewaan saya benar-benar terjadi. KPU mensahkan dua pasang calon yang bertanding yaitu Pak Jokowi dan Pak Prabowo.

Dengan kondisi ini, saya menjadi orang yang apatis terhadap politik. Menurut saya, jika Jokowi dan Prabowo tanding ulang, kontestasinya tidak menggemberiakan. Pesta demokrasi akan terjadi malahan salah kaprah dan saling menghujat sana-sini.

Karena calon ada hanya dua inilah sebenarnya sumber masalah. Saling tuduh, misal Pak Jokowi itu PKI, atau Pak Probowo itu pelanggar HAM jaman Orba, semakin menguat.

Isu-isu itu justru yang menjadikan kontestasi demokrasi tidak produktif. Baik capres maupun pendukungnya, menggunakan isu serang pribadi.

Jadilah, bangsa ini tidak menghasilkan politik yang sifatnya produktif. Hanya politik yang penuh huru hara dan caci maki penuh kata cebong dan kampret.

Jika ada empat pasang kemungkinan akan berbeda. Saling serang itu terjadi antara empat calon. Jadinya, baik Pak Jokowi maupun Pak Probowo akan juga terfokus pada dua calon lain.

Analoginya, dua calon lain itu akan mengunci rapat isu-isu rendahan yang dibangun oleh kubu Pak Jokowi dan Pak Prabowo. Tapi, itu hanyalah harapan saya. Pada akhirnya hanya dua calon yang maju dalam kontestasi pemilu 2019.

Itulah sumber kekecewaan saya pada praktik demokrasi saat ini. Ditambah lagi dengan perdebatan di ruang media yang lagi-lagi tak produktif. Para jubir pemenangan terkadang menunjung para capres dengan emosional tanpa data empiris. Pokoknya, apa saja akan dikatakan, asalkan capres yang dijunjungnya bisa menang. Meskipun itu terkesan omong kosong tanpa menggunakan data yang produktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline