Lihat ke Halaman Asli

Mas Gagah

TERVERIFIKASI

(Lelaki Penunggu Subuh)

Politik Machiavelli di Kontestasi Pilpres 2019

Diperbarui: 17 Oktober 2018   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://strategi.co.id

Selalu saja terjadi sindir menyindir antara Jokowi dan Prabowo. Apakah sindir menyindir ini ada manfaatnya untuk rakyat Indonesia? Pertanyaan itu seakan menjadi satir dalam masyarakat Indonesia yang sedang kepanasan pesta demokrasi saat ini.

Politik seharusnya menggunakan praktik-praktik yang penuh kesantunan. Setiap paslon harus mampu meyakinkan masyarakat tentang visi, misi, dan rencana strategis yang hendak dibangun sampai pada tahun 2014. Bukan malahan menggunakan politik saling sindir yang tidak ada manfaatnya bagi masyarakat Indonesia.

Saya sendiri seakan merasa gerah dengan kondisi politik Indonesia saat ini. Kedua kubu seakan saling serang dengan cara-cara yang kurang santun. Setiap paslon seakan mencari celah untuk menjatuhkan lawan tandingnya. Cara yang digunakan adalah dengan menggoreng beberapa isu penting. Terkadang malahan isu yang digunakan adalah menyerang pribadi sang paslon.

Politik seperti inilah yang akan mencederai kontestasi pesta demokrasi di Indonesia. Saya menyebutkan sebagai politik Machiavelli yang menghalalkan segala cara. Politik apapun akan dilakukan untuk menjatuhkan sang lawan. Dengan kata sederhana, politik Machiavelli merupakan cara untuk menguasai negara dengan cara yang licik.

"Secara pragmatis, Machiavelli berpendapat, kekuasaan harus direbut dengan pelbagai cara. Tak peduli harus memakai trik yang paling kotor sekalipun. Dan jika kekuasaan sudah di genggaman, patut dipertahankan dengan kekuatan. Machiavelli berpendapat kekuasaan harus dijaga dengan metode 'medis'. Setiap perlawanan dianggap sebagai virus wajib dimatikan. Ketimbang luka menyebar, anggota tubuh yang terinfeksi mesti dipotong." (https://republika.co.id)

Tidak hanya hal tersebut, politik Machiavelli bisa menggunakan citra yang nihil makna. Menggunakan teori Baudrillard, para calon presiden hadir pada ruang simulasi. Mereka hanya membangun citra penuh tipu di ruang media massa. Tujuannya adalah agar mereka memiliki citra positif di hadapan masyarakat. padahal, ruang simulacra oleh Baudrillard ini tidak asli.

Begitulah, pada kontestasi politik hari ini, selalu saja hadir hal-hal yang baru. Kampanye politik dilakukan dengan cara apa saja, bahkan cara yang haram pun jadi. Kondisi ini akan semakin memperburuk wajah perpolitikan di Indonesia. Pada akhirnya, masyarakat yang menonton akan apatis terhadap politik di Indonesia.

Kita merindukan politik yang penuh kesantunan. Politik yang akan membawa Indonesia pada kedaulatan dalam berbagai bidang kehidupan. Tentu, pemilu tahun 2019 mendatang menghasilkan pemimpin yang benar-benar bisa bekerja membangun bangsa Indonesia. Bukan pemimpin yang hanya bisa melakukan pencitraan di ruang media massa. Bukan pemimpin yang tidak mengerti tentang bekerja untuk membangun Indonesia.

Salam Indonesia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline