Obrolan Di Pasar Kecil Bangka Raya
Suatu pagi saya berjalan-jalan ke Pasar Kecil Kawasan Pela Mampang Jakarta Selatan, menemani istri berbelanja sayuran. Kebiasaan setiap pagi selain mengantar istri, saya bisa bercengkerama langsung dengan para penjual sayur. Obrolan yang tidak mungkin akan diliput live di sebuah stasiun TV Swasta.
Para pedagang sayur itu mengatakan jika musim Pilkada atau Pemilu sering didatangi oleh Caleg. Mereka dijanjikan perbaikan hidupnya termasuk dijanjikan kestabilan harga sandang , pangan, dan papan.
Para caleg, jika momentum Pemilu dengan senang hati mendengarkan suara orang-orang kecil ini. Setelah mereka terpilih menjadi anggoat legislatif, kondisi pedagang kecil itu tetap sama. Tidak ada perubahan ke arah ekonomi yang lebih baik meskipun berulang kali diadakan Pilkada dan Pemilu.
Bangsa ini sudah sibuk dengan berbagai masalah yang belum selesai. Tidak perlu lagi menambah beban bangsa ini dengan aturan yang merugikan negara.
"Harga cabai sudah naik mas. Pokoknya semua harga sembako serba mahal"
Keluh seorang penjual bumbu dapur di Kawasan Pasar Kecil Mampang Prapatan. Pasar yang sebagian pembelinya adalah kaum marginal dengan kantong cekak.
"Ibu masih mau berjualan dengan kondisi seperti ini..?"
Saya kemudian menyambung pertanyaan pada wanita paruh baya penjual bumbu dapur itu. Mengamati dari jarak dekat kondisi pedagang kecil yang sering kali dilupakan oleh negara. Pedagang kecil yang tidak mengerti tentang ribut-ribut dibolehkannya terpidana korupsi menjadi anggota legislatif.
"Terpaksa mas. Saya harus tetap jualan. Kalau tidak jualan bagaimana saya menyekolahkan anak saya..."
Ibu penjual sayur itu tetap setia melayani pelanggan. Ia berharap pagi ini dagangannya laku. Dengan penghasilan itu hendak menyambung hidup. Sebisa mungkin menabung untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Berharap dari anggaran negara untuk mengratiskan sekolah hingga perguruan tinggi, hal yang sangat sulit terwujud.