Lihat ke Halaman Asli

Mas Gagah

TERVERIFIKASI

(Lelaki Penunggu Subuh)

Kisah Terminal Lebak Bulus dan Bu Minah Penjual Kopi

Diperbarui: 6 Juli 2018   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terminal Lebak Bulus (id.foursquare.com)

Ada hikmah di setiap jalan yang saya lalui. Agar tidak hilang, cara terbaik adalah merangkainya menjadi sebuah tulisan. Menuliskan kisah hikmah agar menjadi pelajaran buat orang lain. Menulis adalah cara terbaik mengecap rindu yang belum menemukan tempat bernaung.

Hari-hari ini saya melalui jalan Terminal Lebak Bulus-Ciputat. Melangkahkan kaki yang terkadang berat agar studi Master saya cepat selesai.

Pagi kemarin saya mengecap kopi di sudut jalan pinggir terminal Lebak Bulus. Ditemani angkot lalu lalang ditambah dengan debu-debu berterbangan.

Menyesap segelas dengan harga tiga ribu rupiah. Bagi saya menyesap kopi di pinggir jalan terasa nikmat. Tidak perlu harus ke kafe yang harganya mahal. Justru di pinggir jalan itu saya menemukan berbagai hikmah. Bisa bercengkerama dengan orang-orang marginal yang kadang diabaikan oleh negara. Kaum marginal yang hanya bisa berjualan di pinggir jalan sebab regulasi tidak memihak pada kemiskinan mereka.

Untuk menikmati segela kopi, saya tidak perlu pergi ke cafe yang menjual kopi yang harganya ratusan ribu rupiah.

Bagi saya, kopi yah tetap kopi rasanya pasti tetap sama. Kopi yang harganya tiga ribu sudah berasa nikmat banget. Menyesap kopi di pinggir jalan sembari bercanda dengan sesama kaum marginal. Menikmati kopi di pinggir jalan sebuah kenikmatan yang tidak kalah dengan nongkrong di cafe mahal.

Saya mengenlanya, sebut saja ibu penjual kopi di pinggir jalan itu 'ibu Minah'. Wajah tuanya tampak tegar menjalani beban hidup yang sulit.

"Harus-harus hati-hati sama sat pol pp mas". Dia membuka pembicaraan saat saya tanyakan apakah aman berjualan di pinggir jalan. Wajahnya tirus meski lelah tetap semangat berjualan kopi dengan gerobak kecil. Panas menyengat tidak ia pedulikan sepanjang hari itu.

"Sruput sruput hem..", dua bola mata saya langsung melek. Padahal tadinya di dalam bis sulit dibuka. Aroma kopi itu telah masuk dalam hidung. Selain saya beberapa orang juga nampak memesan kopi pada ibu Minah.

Mereka adalah pekerja bangunan, tukang ojek, sopir angkot, sopir taksi, dan orang-orang marginal lain. Orang yang mencoba bertahan hidup di pinggir terminal Lebak Bulus yang kadang kejam. Mereka harus bertahan dengan negara yang menelantarkan mereka.

Sosok ibu Minah contohnya, bagi saya beliau adalah pahlawan. Ibu Minah adalah pahlawan laiknya Sri Mulyani sang Menteri Keuangan Indonesia. Mungkin orang akan lebih mengenal orang-orang semisal Ibu Sri Mulyani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline