Walaupun bayi dibagi dalam berbagai tahap perkembangan, sejak awal masing-masing menunjukkan kepribadian yang berbeda: perpaduan yang relatif konsisten antara emosi, tempramen, pikiran dan prilaku yang membuat setiap orang unik. Ada bayi yang ceria; yang lain mudah sekali kesal. Ada yang bermain dengan bahagia bersama anak lain; yang lain memilih untuk bermain sendiri. Hal tersebut merupakan hasil dari ekspresi perasaan, berpikir dan bertindak, yang merefleksikan pengaruh bawaan dan lingkungan, pengaruh trsebut berdampak pada bagaimana anak merespon individu lain, dan bagaimana beradaptasi dengan dunia mereka. Sejak masa bayi perkembangan psikososial sangat berkaitan dengan hubungan sosial; kombinasi ini disebut perkembangan psikososial.
Dalam hal emosi, setiap bayi memiliki perbedaaan. Budaya juga memberikan pengaruh pada bagaimana individu merasakan suatu suituasi dan bagaimana mereka menunjukkan eosi mereka. Beberapa budaya di Asia, yang menekankan pada harmoni sosial dan menghambat ekspresi marah, tetapi lebih memperhatikan rasa malu. Sebaliknya, budaya Amerika menekankan ekspresi diri, menyatakan diri dan nilai diri.
Bayi yang baru lahir menunjukkan ekspresi ketika mereka tidak bahagia. Mereka akan mengangis keras, memukul lengan dan kaki, serta tubuh mereka kaku. Sulit untuk menentukan kapan mereka bahagia. Selama bulan pertama mereka lebih tenang saat mendengar suara orang atau ketika mereka digendong. Mereka tersenyum ketika bermain pok ame ame. Seiring berjalannya waktu mereka merespon orang lain lebih baik- senyum, celoteh, menggapai-gapai, dan kadang menyambut mereka.
Menangis adalah cara yang paling kuat, kadang-kadang hanya itu cara yang bisa dilakukan bayi untuk mengomunikasikan kebutuhan mereka. Dalam usia anak-anak, mereka mulai menyadari bahwa tangisan menyediakan fungsi komunikasi. Mereka akan menangis jika merasa tidak dipedulikan sebagai usaha mendapatkan perhatian, dan mereka akan berhenti menangis jika usaha mereka telah membuahkan hasil.
Beberapa orang tua khawatir jika selalu menggendong bayi saat menangis akan membuat bayi manja. Hampir semua bukti menunjukkan bahwa hal tersebut tidaklah benar khususnya saat tingkat distres tinggi. Sebagai contoh, jika orang tua menunggu hingga tangisan distres beranjak ke jeritan kemarahan, maka menenagkan bayi akan menjadi lebih sulit, dan pola seperi ini jika terus berulang akan dapat mencampuri perkembangan kemampuan bayi untuk meregulasi atau mengatur kondisi emosi mereka sendiri nantinya.
Tentu, respons ibu yang cepat dan sensitif pada tangisan nantinya akan berasosialisasi dengan kompetensi sosial dan penyesuaian diri positif, tanpa memudilikan apakah bayi sering menangis atau tidak. Idealnya, pendekatan perkembangan yang paling sesuai mungkin mencegah distres sehingga proses menenangkan bayi tidak diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H