Lihat ke Halaman Asli

Guru - Digugu Lantas Ngajak Turu

Diperbarui: 13 Desember 2015   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Guru - digugu lan ditiru itulah akronim yang masyhur pada zamanya, pada waktu saya menjadi siswa dulu saya benar-benar merasakan bahwa guru itu sangat berharga sekali dari saya tidak bisa mengenal abjad dan sekarang saya tau QWERTY itu adalah ulah guru saya yang telaten dan sabar mengajari saya dan mengenalkan saya pada huruf.

Saya masih ingat betul guru saya dulu naik sepeda onthel, kalau didaerah saya namanya sepeda Jenki meneteng tas warna hitam dan sepatu hitam yang sudah kusam. beliaunya tidak pernah memakai make up tak menanti kapan tanggal muda, tak pernah bertanya NUPTK, TF sertifikasi, tak pernah mengikuti pelatihan Kurikulum. beliau hanya datang pagi lebih awal dari saya dan teman-teman karena beliau selalu menunggu siswanya untuk bersalaman dan mencium tangannya. 

Guru saya itu berwatak keras suka menjewer, suka memukul, suka marah ketika siswanya tidak bisa. namun kemarahan itu lantas tidak meninggalkan siswanya dikelas sendiri melainkan menemani siswanya hingga bisa memahami apa yang diajarkanya. guru saya tidak mengenal komputer, tidak bisa bagaimana menganalisis nilai, bagaimana merubah nilai. guru saya memberikan nilai dengan kepuasan hati kepada siswanya. 

Memang kejam rasanya melihat tingkah polah guru saya, tapi tak pernah ada orang tua yang komplain dan mangadukan ke pihak polisi, bila saya melaporkan ke orang tua saya, saya malah mendapat balasan yang lebih ekstrim dari pada guru saya. alhasil sayapun menyadari bahwa kesalahan itu harus dibayar yang setimpal. sadar tidak sadar ini hal keji dan kejam tapi itu yang menanamkan karater pada hanya hingga kini bisa memaknai arti perjuangan.

nah, kebetulan sekarang saya menjadi guru dan kenapa beda sekali dengan zaman guru saya dulu. dalam otak saya semua guru itu sama dengan guru saya yang dulu yang otaknya hanya untuk pengabdian dan mendidik..., tapi sekarang berbalik arah yang seharusnya akronim guru - digugu lan ditiru sekarang berubah digugu lantas ngajak turu.

guru sekarang kebanyakan ok tanda kutip "kebanyakan" mementikan dirinya sendiri hanya untuk meraup materi. klise banget kalau guru sekarang disebut pahlawan tanpa tanda jasa, aku sangat muak ada seorang guru yang selalu menanyakan gaji, iya memang itu haknya guru. tapi mana kuwajibanya sudah dipenuhi belum? siswanya dapat nilai dibawah kkm marah-marah. ketika ujian yang mengkoreksi adalah siswanya... saya benar muak dengan guru yang seperti itu. CUK banget pokoknya.

saya rasanya memang IDEALIS, ada salah satu guru bilang kita kan butuh ngisi perut juga... iya benar kalau jadi guru masih bingung dalam perekonomian makan yang perlu dipertanyakan itu bagaimana mengajar anda. itu saja. yang mengkonotasikan guru yang mengajar saya, akan tetapi guru yang sekarang ini. yang memiki niat aku sukwan ben oleh sertifikasi.

maaf agak emosi saya... ini curhatan belum selesai sebenarnya tunggu session 2nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline