Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Ramadhan, Momentum Tepat Cegah Hoaks

Diperbarui: 8 Mei 2019   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi - Leaflet ajakan mencegah penyebaran hoax dari Dinas Kominfo dan Sandi Aceh (Doc. FMT)

Puasa pada bulan Ramadhan merupakan kewajiban sekaligus salah satu dari rukun Islam, perintah menjalankan ibadah puasa bagi Muslim yang sudah baligh, sehat jasmani dan rohani dan tidak dalam perjalanan (syafar), tercantum dalam Alqur'an, surah Al Baqarah ayat 183 -185. Secara fiqah, puasa dimaknai sebagai menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami isteri sejak terbitnya fajar (masuk waktu Subuh) sampai dengan tenggelamnya matahari (Maghrib).

Namun berbeda dengan ibadah wajib lainya, yang secara fisik dapat dilihat oleh orang lain, ibadah puasa merupakan ibadah syir (rahasia, tersembunyi, tersamar), karena yang mengetahui orang itu berpuasa atau tidak, hanyalah orang yang bersangkutan dan Allah SWT tentunya. Sering terjadi seorang suami yang pada malam harinya ikut bersahur bersama keluarga, namun di tempat kerja, sengaja membatalkan puasanya, dan ketika kembali ke rumah, pura-pura berpuasa didepan isteri dan anak-anaknya .

Type seperti itu biasanya menganggap ibadah puasa merupakan beban berat dan sangat 'menyiksa', karena minimnya kemampuan memahani makna besar dibalik perintah puasa ini. Dan itu bukan hal yang mengherankan, karena banyak sekali orang yang mengaku Islam, tapi tidak pernah menjalankan syariat, istilah populernya 'Islam KTP'.

Ada lagi satu 'model' berpuasa, yaitu dengan menjalankan 'aturan main' yaitu menahan makan, minum dan hubungan bilogis, sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari, tapi perbuatan dosa dan larangan agama juga tetap dilakukan. Model seperti inilah yang ditengarai oleh Rasulullah SAW melalui hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Hurairah,

"Banyak yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan apapun dari puasanya kecuali lapar dan haus"

Secara syar'i, dengan cara menjalankan puasa seperti itu dianggap telah menggugurkan kewajiban, karena syarat berpuasa telah dilalui. Namun karena puasa adalah ibadah khusus yang hanya Allah yang tau, puasa semacam itu tentu saja akan kehilangan esensi dan substansinya. Karena dengan puasa 'sekedar cukup syarat' seperti itu, tidak akan meninggalkan kesan atau bekas apapun bagi orang tersebut.

Esensi puasa untuk dapat merasakan kelaparan dan kehausan yang sering dialami oleh saudara-saudara sesama Muslim yang kurang beruntung, tentu tidak dapat dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa asal-asalan tersebut. 

Sementara subtansi puasa untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama, sama sekali tidak akan terekam dan teraplikasikan oleh orang-orang dengan model puasa semacam itu. Artinya puasa yang mereka lakukan, tidak akan merubah sikap dan perilaku kearah yang lebih baik, puasa seperti itu hanya menggugurkan kewajiban, tapi tidak ada pahalanya.

Hilangnya pahala puasa

Hal yang membatalkan puasa, sudah sangat jelas karena pasti sudah sering kita dengar dari para penceramah maupun dari menyimak kitab atau buku pelajaran agama. 

Selain menahan diri dari makan minum dan hubungan suami isteri, puasa akan sah jika rukun islam lainnya, khususnya sholat juga dijalankan, tidak sah puasa seseorang yang meninggalkan sholat. Tapi puasa hanya akan jadi ibadah sia-sia yang tidak bermakna apapun, jika upaya untuk menjaga pahala puasa tidak dilakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline