Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Ayu, Penyuluh Pertanian yang Peduli Kelestarian Padi Lokal Gayo

Diperbarui: 29 Agustus 2018   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1, Ayu bersama peneliti dari Unsyiah Banda Aceh dan BPTP Aceh melakukan identifikasi padi lokal Gayo di Aceh Tengah (Doc. FMT)


Sekitar 30 tahun silam, nama "Oros Kebayaken" atau beras Kebayakan dari dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah adalah salah satu produk beras yang sangat dikenal di daerah ini, bahkan sempat menjadi salah satu ikon pertanian di daerah bertopografi perbukitan ini. 

Popularitas beras Kebayakan, nyaris menyamai ketenaran 'Bareh Solok' (beras Solok) dari Sumatera Barat atau beras Rojolele dan Pandan Wangi dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. 

Rasa dan aroma beras Kebayakan yang khas dengan rasa nasi yang pulen dan aroma wanginya, sempat menjadikan beras ini sebagai beras premium 'first class' yang banyak di'buru' pecinta kuliner maupun ibu-ibu rumah tangga. Ditemani lauk atau sayur apapun, nasi hangat yang berasal dari beras Kebayakan, akan selalu menjadi santapan nikmat.

Wilayah Kebayakan pada waktu itu memang merupakan salah satu sentra produksi beras di Kebayakan, dan petani di daerah ini secara turun temurun terus mengembangkan padi lokal untuk menjaga kelestarian warisan leluhur masyarakat Gayo tersebut. 

Dari segi produktivitas, padi Kebayakan memang tergolong rendah, hanya sekitar 4 ton per hektar, tapi dari segi harga, beras ini merupakan beras termahal di dataran tinggi Gayo. 

Beras Kebayakan sendiri sebenarnya bukan nama vaietas, karena yang dikenal sebagai beras Kebayakan selama ini terdiri dari dua varietas lokal yaitu Rom Poteh atau beras putih dengan ciri khas bentuk beras bulat panjang dengan warna jernih mengkilat dan Rom Ilang atau beras merah dengan bentuk sama tapi warnanya putih kemerahan. 

Entah karena kondisi lahan dan agroklimatnya, padi Kebayakan memang hanya cocok dikembangkan di daerah Kebayakan dan kurang berhasil jika dikembangkan di wilayah lain di kabupaten Aceh Tengah. Khusus untuk Rom Poteh, tahun lalu sudah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pertanian sebagai varietas padi lokal spesifik nasional.

Namun seiring dengan perkembangan wilayah Kabupaten Aceh Tengah, wilayah Kebayakan yang merupakan daerah pinggiran kota, akhirnya ikut terimbas. Lahan-lahan sawah mulai beralih fungsi menjadi bangunan sipil, baik bangunan pemerintah maupun pemukiman penduduk. 

Hanya dalam tempo kurang lebih tiga puluh tahun, telah terjadi penurunan drastis luas areal sawah di kawasan ini. Jika pada tahun 1990, luas lahan sawah di wilayah Kebayakan masih ada sekitar 900 hektar, kini lahan sawahnya 'menciut' secara signifikan, hanya tinggal 195 hektar saja (sumber Data Statistik Pertanian Kabupaten Aceh Tengah, 2017), itupun sebagian telah beralih fungsi menjadi lahan hortikultura karena ketersediaan air tidak mencukupi.

Padi lokal terancam punah 

Semakin menciutnya lahan sawah di wilayah Kebayakan (sekarang menjadi Kecamatan Kebayakan), secara otomatis kemudian dibarengi dengan menurunnya intensitas penanaman padi lokal ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline