Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Petani di Pengalengan, Andalkan Pupuk Kandang dan Agens Hayati

Diperbarui: 2 Desember 2017   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1, Penulis mewawancarai petani dan penangkar benih kentang di Pengalengan (Doc. FMT)

Begitu memasuki wilayah kecamatan Pengalengan di bagian selatan kabupaten Bandung, udara dingin segera menyeruak, karena daerah ini memang merupakan dataran tinggi dengan topografi berbukit, mirip sekali dengan dataran tinggi Gayo diaman penulis tinggal. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah hamparan lahan pertanian mulai dari kebun teh, lahan hortikultura sampai peternakan baik peternakan rakyat maupun peternakan milik perusahaan swasta. Sebuah waduk besar bernama Situ Cileunca yang merupakan sumber energi PLTA dengan pemandangan indah di sekelilingnya, juga ikut 'menghiasi' wajah kota kecamatan yang sudah sangat dikenal sejak jaman penjajahan Belanda dulu itu.

Pangalengan adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan kawasan Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 07o07'00" LS sampai 07o18'00" LS dan 107o30'00" BT sampai 107o38'00" BT. Kecamatan ini memiki jarak sejauh 51 KM dari Kota Bandung dan 23 KM dari Ibukota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh Kecamatan Cimaung di sebelah utara, Kecamatan Talegong di sebelah selatan, Kecamatan Pasir Jambu di sebelah barat, dan Kecamatan Kertasari di sebelah timur. Berada di dataran tinggi dengan suhu rata-rata harian berkisar antara 13-25oC dan curah hujan rata rata 1.250 mm/tahun. Inilah yang menyebabkan udara di wilayah ini terasa sujuk bahkan cenderung sangat dingin, khas udara pegunungan.

Secara Administratif, total luas kecamatan Pengalengan adalah 27.204,77 Ha terbagi menjadi 13 desa yaitu (2.208,970 ha), Lamajang (4.016,10 ha), Margaluyu (860,200 ha), Margamekar (817,993 ha), Margamukti (2.613,05 ha), Margamulya (1.294,14 ha), Pangelangan (589,946 ha), Pulosari (5.118,15 ha), Sukaluyu (1.748,200 ha), Sukamanah (668,040 ha), Tribaktimulya (449,909 ha), Wanasuka (4.555,97 ha), dan Warnasari (2.354,12 ha). Jumlah penduduk kecamatan ini pada tahun 2015 terdapat 176. 465 jiwa (Data Statistik Kecamatan Pengalengan, 2015). Sebagian besar penduduk di kecamatan ini (lebih dari 90%) mengantungkan hidup mereka dari sektor pertanian.

Pola penggunaan lahan berdasarkan Monografi pada tahun 2015, terdiri dari tanah sawah (irigasi setengah teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan),tanah kering (pekarangan, bangunan, tegal, kebun, ladang), tanah basah, tanah hutan (hutan lebat, hutan belukar, hutan sejenis), tanah perkebunan (negara/swasta), dan tanah keperluan lain. Sedangkan luas keseluruhan wilayah sebesar 27.294.71 ha, sebagian besar lahan didominasi oleh tanah hutan seluas 9.316.88 Ha (36.46 %), tanah kering seluas 7.710.66 ha (30.17%) dan tanah perkebunan seluas 6.992.91 ha (27.37%).

Akses untuk menuju ke Kecamatan Pangalengan dapat melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah melalui Jalan Raya Terusan Kopo-Jalan Raya Soreang Banjarang-Jalan Raya Pangalengan. Akses kedua adalah melalui Jalan Raya Moh.Toha-Jalan Raya Dayeuh Kolot- Jalan Raya Banjaran-Jalan Raya Pangalengan. Dengan kondisi infrastruktur jalan yang cukup baik, akses menuju wilayah Pengalengan, relatif lancar, sehingga daerah berhawa sejuk ini cukup ramai dikunjungi para pengunjung dari luar daerah.

Gambar 2, Petani sedang melakukan perawatan pada lahan tanaman kentang (Doc. FMT)

Sejarah Pertanian di Pengalengan

Dari referensi yang penulis dapatkan, sejarah penguasaan tanah pertama kali di tanah pariyangan pada tahun 1800-an dilakukan oleh Raden Aria Natanegara adalah seorang Bupati Bandung bekerjasama dengan pemerintah hindia belanda. Dengan kerjasama ini, pemerintah Hindia Belanda mulai membuka hutan untuk dijadikan perkebunan kina dan perkebunan Teh. Perkebunan tersebut hingga saat ini masih tetap berdiri. Terdapat enam perkebunan teh besar yang dikelola dan menjadi Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP) melalui PT Perkebunan Nusantara VIII. Keenam perkebunan adalah Perkebunana Malabar, Perkebunan Kertamanah, Perkebunan Talun Santosa, Perkebunan Purba Sari, Perkebunan Pasir Malang, Perkebunan Sedep dan perkebunan Jungjun. Sedangkan perkebunan dikuasi swasta takni perkebunan Cukul dan perkebunan Kertasari (Muhammad Marzuki, 2013)

Perkebunan di Pangalengan pertama kali didirikan orang belanda bernama Rudolf Edward Kerkhoven pada tahun 1890. Pembukaan perkebunan ini didasari oleh keberhasilan ayahnya membuka perkebunan Teh dan Kina Arjasari di daerah Banjaran pada tahun 1869 dan perkebunan Gembung di daerah Ciwidey pada tahun 1873. Pembukaan perkebunan ini mendapat dukungan S.J.W Van Buuren dan bantuan dana firma John Peet & Co. Pada tahun 1896, Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha yang merupakan sepupu dari Rudolf Edwar Kerkhoven datang ke wilayah Pangalengan dan meneruskan usaha sepupunya tersebut untuk mengembangkan perkebunan teh yang diberinama perkebunan Malabar.

Perkebunan Teh Malabar sendiri didirikan oleh Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha pada bulan Agustus 1896, setelah itu dirintis oleh sepupunya bernama RE Kerkhoven di wilayah Pangalengan. Pendirian perkebunan ini tidak lepas dari dikeluarkan Undang-Undang Agraria pada bulan April 1870. Undang-undang Agraria ini memberikan hak tanah kepada pribumi dan juga hak sewa pada swasta. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda mengijinkan pihak-pihak swasta untuk menyewa tanah maksimal 500 bau (1 bau = 7096,5 m) dengan jangka waktu 50-57 tahun. Ini semakin mempermudah jalanya penguasaan tanah oleh pengusaha swasta yang dijadikan lahan perkebunan teh dan kina.

Perluasan perkebunan oleh Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP) semakin menjadi pada tahun 1901 sampai tahun 1918 melalui peraturan pemerintah yang memberi hak setiap pengusaha memperluas perkebunannya. Akibatnya para pengusaha baik dari perusahaan swasta maupun negara berlomba-lomba membeli tanah petani juga menyewa tanah persil di Desa Pangalengan. Dalam  perkembanganya tahun 2013, perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII terus berkembang dan memiliki 7 pabrik pengelolahan teh. Dengan total luas lahan perkebunan teh PTPN VIII sekitar 26.000 ha.

Sedangkan Jumlah aset PTPN VIII semakin meningkat yaitu, pada tahun 2007 sebesar 1.614.837 1, tahun 2008 memiliki 773.015, tahun 2009 memiliki 1.944.208 , tahun 2010 memilik 2.165.714 dan jumlah aset tahun 2011 sebesar 2.533.526. Pada keseluruhan Areal yang dikelola PTPN VIII seluas 114.391 ha, terdiri dari areal tanaman 66.788 ha dan areal lainnya seperti lahan cadangan, emplasemen, jalan dan lain-lain seluas 47.602 ha. Areal tanaman terdiri dari teh 26.329 ha, karet 20.276 ha, kelapa sawit 18.024 ha, Kina 1.842 ha dan Kakao 318 ha. Sebagian besar areal perkebunan, khususnya untuk perkebunan teh, yang dikelola oleh PTPN VIII ini berada di wilayah kecamatan Pengalengan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline