Baru saja dilantik 5 Juli 2017 lalu, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah sudah membuat "kejutan". Bukan kejutan dalam kebijakan pemerintahan provinsi yang akan mereka jalankan kedepan, juga bukan statement mengejutkan. Tapi "kejutan" itu berupa foto dengan gaya "unik", yaitu berdiri sambil melipat atau menekuk salah satu kaki.
Kontan saja "gaya" nyentrik yang dalam bahasa Aceh disebut "jingklet gaki" dari pasangan gubernur dan wakil gubernur ini langsung jadi viral di media sosial. Berbagai tanggapan muncul dari pengguna media sosial, mulai dari yang menganggap itu biasa-biasa-saja, sampai yang menganggap itu gaya "lebay" yang pantas dilakukan oleh pejabat. Namun apapun pendapat pengguna media sosial, gaya lipat kaki sang gubernur dan wakilnya ini, seperti bisa mengobati kejenuhan ingar bingar politik pilkada. Setidaknya orang akan tersenyuk ketika melihat Sang Gubernur dan wakilnya tampil dengan pose agak nyeleneh seperti itu.
Saat yang lain disibukkan dengan komentar tentang gaya foto Sang Gubernur, aku justru lagi mengernyitkan dahi mengingat sesuatu. Dalam benakku, teringat bahwa gaya lipat kaki seperti itu bukanlah hal baru, karena jauh sebelumnya sepertinya aku sudah pernah melakukannya. Ketimbang penasaran, langsung saja kubongkar album foto yang ada di lemari, satu persatu foto jadul kuperhatikan, sampai akhirnya aku menemukan 3 lembar foto lawas yang warnanya sudah agak pudar dan kusam.
Tak ada yang istimewa dari ketiga foto yang kubuat pada tahun 1987 dan tahun 2001 lalu di tempat yang berbeda. Tapi begitu kuperhatikan foto itu, ternyata gaya kakiku dalam foto itu, mirip-mirip dengan gaya Pak Irwandi dan Pak Nova, aku jadi senyum-senyum sendiri,
"Lho Pak Gubernur dan Pak Wagub itu meniru gayaku to, hehe," gumanku dalam hati.
Kembali kuperhatikan foto pertama yang kubuat pada tahun 1987 atau tiga puluh tahun yang lalu, foto dengan latar belakang dinding tembok berwarna bitu itu menampilkan wajahku yang masih terlihat "culun". Tapi kuingat-ingat waktu itu, aku tanpa sengaja melipat salah satu kakiku saat kamera yang dipegang temanku membidikku, jadilah foto yang belakangan kuanggap fenomanal karena gayaku sudah ditiru oleh orang-orang penting, jadi senyum-senyum sendiri aku saat memandangi foto jadulku itu.
Di foto kedua dan ketiga, mengambil setting sama yaitu Candi Borobudur yang kubuat pada saat aku mengunjungi tempat itu tahun 2001 yang lalu. Begitu kuperhatikan, ternyata gaya kakiku dalam foto itu juga gaya jingklet gaki. Aku kembali senyum-senyum sendiri, gayaku enam belas tahun lalu kini menjadi tren.
Tak bermaksud membandingkan diriku dengan Pak Gubernur dan Wakil, tapi ketika foto jadulku ku-upload ke media sosial, ternyata ada kemiripan gayaku 30 dan 16 tahun lalu itu dengan gaya pemimpin Aceh ini, hehe, lagi-lagi aku cuma bisa mesam-mesem sendiri. Logikanya, kalau yang melakukan belakangan itu berarti meniru, tapi aku tak lantas kepedean bahwa gayaku sudah dijiplak oleh dua pejabat penting di Aceh ini, tentu semua hanya sebuah kebetulan. Dan aku yakin beliau berdua bukan nyontek gayaku, karena pasati mereka juga belum pernah melihat fotoku sebelumnya.
Karena kau yakin bahwa gaya nyentrik Pak Irwandi dan Pak Nova itu gaya spontanitas yang pasti tidak direncanakan sebelumnya, apalagi direkayasa. Sama persis dengan yang terjadi pada foto jadulku, aku melipat kaki juga secara spontan, tanpa rencana sebelumnya dan nggak ada yang mengarahkan mesti bergaya seperti itu. Kalo kemudian ternyata gayaku jadi mirip sama dengan gaya pak gubernur dan wagubnya, itu juga pasti bagian dari sebuah kebetulan, jadi nggak usah dipikiri jauh-jauh. Kalaupun kemudian kutulis di Kompasiana, ini hanya bagian dari keisenganku saja, nggak perlu ditanggapi serius, hehehe.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI