Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Ir. Lamhi Hutauruk: Perhiptani Harus Dibesarkan dan Ditingkatkan Eksistensinya

Diperbarui: 17 Oktober 2016   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1, Sekjen DPP Perhiptani, Ir. Lamhi Hutauruk, menyampaikan arahan didepan peserta Bimtek Penyuluh Pertanian Aceh (Doc. FMT)

Aktifitas penyuluhan pertanian sejatinya sudah dimulai sejak lama, bahkan sudah dimulai sejak manusia mengenal cara bercocok tanam. Namun dalam catatan sejarah pertanian dunia, bangkitnya kegiatan penyuluhan pertanian tercatat pada tahun 1847, dimana pada waktu itu di Irlandia sedang terjadi serangan penyakit pada tanaman kentang yang terjadi secara meluas, dan sejak saat itu peran penyuluhan pertanian semakin dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh para petani (Jones, 1982), dan sejak saat itu, profesi penyuluh pertanian mulai dakui eksistensinya.

Sementara di Indonesia, menurut Prof. Iso Hadiprojo, guru besar Institut Pertanian Bogor, penyuluhan pertanian diakui sebagai sebuah profesi sejak tahun 1905, ditandai dengan berdirinya Departemen Pertanian pada pemerintahan Hindia Belanda. Namun demikian pada saat itu peran penyuluh pertanian tidak lebih sebagai “alat” untuk membantu program tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Sementara eksistensi penyuluh pertanian sebagai bagian penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia dimulai pada tahun 1960, seiring dibukanya program study Penyuluhan Pertanian di beberapa Perguruan tinggi ternama seperti IPB dan UGM serta mulai didirikannya Sekolah Penyuluhan Pertanian Menegah Atas (SPPMA) di beberapa daerah di Indonesia..

Di lingkungan Departemen Pertanian sendiri, pengakuan penyuluh pertanian sebagai sebuah profesi, baru terwujud pada tahun 1967 pada saat dibentuknya lembaga Bimas (Bimbingan Massal) yang mewadahi para penyuluh pertanian, dan sejak saat itu rekruitmen tenaga penyuluh pertanian dilakukan secara besar-besaran, karena keberadaan penyuluh pertanian mulai dibutuhkan untuk mendukung program pertanian di Indonesia. Berbeda dengan pegawai fungional lainnya seperti guru, dokter atau bidan yang sudah terlebih dahulu diakui eksistensinya, profesi penyuluh pertanian baru dimasukkan sebagai jabatan fungsional pada tahun 1976 (Totok Mardikanto, 2009)

Sebagaimana umumnya sebuah profesi, keberadaan para penyuluh pertanian di Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang itu, tentu dibutuhkan sebuah organisasi yang bisa menaungi dan menfasilitasi kepentingan para penyuluh pertanian. Meski kesannya sangat terlambat, namun keberadaan organisasi tempat bernaungnya para penyuluh pertanian, dirasakan sangat mendesak. Atas prakarsa para penyuluh senior dan pejabat di lingkungan Departemen Pertanian, dibentuklah sebuah organisasi bagi para penyuluh pertanian yang kemudian diberi nama Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) pada tanggal 1987 di Subang, Jawa Barat. 

Seorang penyuluh pertanian senior, Ir. Mulyono Machmur, kemudian ditunjuk sebagai Ketua DPP Perhiptani pertama dan jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) dipercayakan kepada Dr. Ir. Adang Wijaya. Agak terlambat memang, jika dibandingkan dengan organisasi profesi lainnya seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang sudah berdiri sejak 25 Nopember 1945, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang sudah berdiri tanggal 30 Juli 1950 dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang berdiri sejak 24 Juni 1951. Bahkan dengan para petani nelayanpun, Perhiptani masih “kalah tua”, karena para petani dan nelayan Indonesia sudah mendirikan organisasi Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) pada tanggal 12 septemer 1981, atau enam tahun sebelum berdirinya Perhiptani.

Eksistensi Perhiptani harus ditingkatkan.

Meski tergolong terlambat, pembentukan Perhiptani sebagai wadah organisasi penyuluh pertanian di Indonesia, namun keberadaan organisasi ini semakin di akui, apalagi sejak dipimpin oleh Ir. H, Isran Noor, sejak tahun 2010 yang lalu, Kiprah Perhiptani semakin terlihat nyata. Posisinya sebagai mitra pemerintah dalam memperjuangkan aspirasi para penyuluh pertanian juga semakin dirasakan oleh para penyuluh pertanian di seluruh Indonesia. Sejak dipimpin Isran Noor, pamor dan bargaining position Perhiptani semakin meningkat, banyak rekomendasi dari organisasi ini yang kemudian dijadikan rekomendasi oleh Kementerian Pertanian dalam mengeluarkan kebijakan tentang penyuluhan pertanian. Gebarakan yang dilakukan oleh mantan upati Kutai Timur dan mantan Ketua Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) ini termasuk fenomenal, keberaniannya menerobos lingkungan eksekutif dan legislative untuk memperjuangkan kepentingan penyuluh pertanian di seluruh Indonesia, pantas diacungi jempol.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhiptani juga mulai intens melakukan konsolidasi ke tingkat provinsi dan kabupaten, karena dalam era otonomi daerah saat ini, hampir semua penyuluh bernaung dalam lembaga atau instansi daerah dan seluruh kepentingan penyuluh menjadi kewenanagn pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam kondisi demikian, keberadaan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhiptani di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan penyuluh pertanian di daerah, termasuk didalamnya memperjuangkan peningkatan kesejahteraan penyuluh.

Gambar 2, Ir. Lamhi Hutauruk, Sekjen DPP Perhiptani yang rajin turun ke daerah (Doc. FMT)

Namun juga diakui, bahwa peran Perhiptani baik di tingkat pusat maupun daerah saai ini belum optimal. Salah satu penyebab belum optimalnya peran oragnisasi penyuluh ini, akibat para penyuluh pertanian sendiri yang notabene sebagai anggota Perhiptani belum mampu untuk meningkatkan peran mereka sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Perhiptani. Hal itu di ungkapkan oleh Sekjen DPP Perhiptani, Ir. Lamhi Hutauruk, saat melakukan pertemuan dengan para penyuluh pertanian se provinsi Aceh dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyusunan Angka Kredit Penyuluh Pertanian Aceh yang digelar di Balai Diklat Pertanian (BDP) Saree tanggal 14 sampai 16 Oktober 2016 kemarin.

Dihadapan 33 peserta Bimtek yang mewakili para penyuluh pertanian dari semua kabupaten/kota dalam provinsi Aceh, Lamhi yang merupakan penyuluh senior yang sudah berpengalaman  puluhan tahun sebagai penyuluh pertanian di pedalaman Kalimantan Timur ini menghimbau kepada para peserta Bimtek untuk terus membesarkan dan memperkuat peran Perhiptani. Salah satu cara membesarkan dan memperkuat peran organisasi, adalah dengan cara lebih sering memberikan masukan kepada pemerintah daerah masing-masing dalam menentukan kebijakan pertanian yang berpihak kepada penyuluh dan mendorong para penyuluh untuk terlibat aktif dalam pemangunan pertanian di daerah masing-masing.

Supaya bisa memberikan masukan kepada pemerintah daerah, para pengurus dan anggota DPW dan DPD Perhiptani harus aktif melakukan pendekatan dengan pihak eksekutif maupun legislative, misalnya dengan menggelar pertemuan atau audiensi secara rutin dengan unsur-unsur pimpinan daerah atau penentu kebijakan di daerah. Selain itu momentum-momentum penting seperti Hari Krida Pertanian, Hari Pangan Sedunia dan sebagainya, harus dimanfaatkan seotimal mungkin sebagai ajang unjuk kreatifitas penyuluh pertanian, sehingga asaumsi bahwa penyuluh tidak aktif dalam masyarakat, bisa ditepis, bukan dengan kata-kata tapi dengan karya, ungkap Lamhi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline