Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Idul Fitri Bukan Tradisi Unjuk Kemewahan

Diperbarui: 2 Juli 2016   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seperti sudah menjadi “tradisi” bagi sebagian besar ummat Islam di Indonesia dan sebagian negara-negara Asia, bahwa merayakan hari raya Idul Fitri mesti ditandai dengan semua yang seba baru dan istimewa. Mulai dari pakaian, perabotan rumah tangga, barang elektronik bahkan kendaraan, semua seakan “wajib” serba baru, begitu juga dengan menu makanan di hari spesial itu, juga harus istimewa, beda dengan hari-hari biasa.

Itulah yang kemudian memicu sebagian orang  berasumsi, bahwa hari raya bagi ummat Islam itu adalah “hari pemborosan”, dimana hampir setengah atau bahkan lebih “kekuatan” ekonomi keluarga Muslim terserap disitu. Lihat saja fakta di lapangan, belanja keluarga menghadapi Idul Fitri, jumlahnya bisa sampai 6 kali lipat dari penghasilan bulanan mereka. 

Ada kesan bahwa ummat Islam seperti “memaksa diri” dan membebani diri dengan sesuatu yang terkadang diluar kemampuan untuk melakukannya. Yang sehari-hari jarang menyajikan menu makanan special, tiba-tiba hari itu harus memaksakan diri untuk bisa menyajikan hidangan istimewa. Yang sehari-hari tampil dengan pakaian biasa-biasa saja, ujuk-ujuk kepingin tampil glamour, padahal kemampuan finansilanya belum tentu mendukung..

Tapi, benarkah Islam mengajarkan begitu?, menilik Firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 185, Allah hanya memerintahkan kepada ummat Islam untuk menyempurnakan puasa mereka sebulan penuh dan mengagungkan nama Allah ketika datang Idul Fitri. Cara mengagungkan nama Allah itupun sudah jelas, yaitu dengan meramaikan masjid, musholla, tanah lapang dengan sura takbir, tahlil dan tahmid, tidak tersirat dalam perintah Allah tersebut untuk merayakan Idul Fitri dengan “menumpahkan” semua potensi ekonomi yang akhirnya menimbulkan kesan berlebih-lebihan, suatu sifat yang tidak disukai Allah.

Kemudian ketika kita mengacu kepada sunnah dari Nabi Muhammad SAW, juga tidak terbersit sedikitpun perintah atau anjuran untuk merayakan Idul Fitri dengan cara yang berlebihan. Hanya ada beberapa anjuran Rasulullah dalam menyambut hari raya yang konon menjadi titik balik kembalinya fitrah manusia itu. Dan semua anjuran itu sama sekali tidak ada satupun yang “memberatkan” dan membebani ummat Islam dari kalangan apapun.

Pertama, berjalan ke tempat sholat serta mandi dan makan sebelum berangkat sholat Ied.

Sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat  Bukhari “ Dari Sa’ad Al Muyayyib, Rasululluah bersabda, ada tiga sunnah Idul Fitri yaitu : berjalan ke tempat sholat, mandi dan makan sebelum berangkat”.

Dari hadits tersebut, jelas tidak ada anjuran atau sunnah yang memberatkan, berjalan ke tempat sholat ied artinya nggak butuh kendaraan untuk pergi ke lapangan-lapangan atau masjid tempat digelarnya sholat Ied. Mandi dan makan sebelum berangkat sholat, juga hanya merupakan aktifitas rutin sehari-hari.

Kedua, berhias dan memakai pakaian yang suci.

Sunnah nabi ini juga tidak menganjurkan kepada ummat Islam untuk berlebih-lebihan, hanya berhias dan membersihkan diri serta memakai pakaian yang bersih dan layak, sama sekali tidak tersirat harus memakai pakaian baru, perhiasan mewah dan berhias berlebihan, semua disesuaikan dengan kondisi masing-masing, tidak ada keharusan tertentu yang meberatkan.

Ketiga, bertakbir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline