Pulang dari kantor, seperti biasa Mudin memarkir motornya di teras rumahnya, sengaja dia melakukan itu supaya kalau ada keperluan mendadak, dia tidak perlu repot-repot mengeluarkan motor dari gudang, lagian di komplek tempat tinggalnya selama ini terbilang aman dan tetangga-tetangganya juga melakukan hal yang sama.
Karena waktu sudah menunjukkan lewat jam dua siang, tentunya perutnya sudah mulai “berontak” menuntut haknya, makanya tanpa basa-basi dia langsung menuju meja makan, dan seperti biasa, dibalik tujung saji yang ada di meja makan itu sudah tersedia menu makan siang yang disediakan istrinya. Kebetulan waktu dia pulang kerja tadi, istrinya tidak di rumah, entah sedang ada keperluan apa keluar, apakah pergi belanja ke warung atau ada acara pengajian ibu-ibu, Mudin tidak begitu memperdulikan, yang penting perutnya harus segera di isi, itu saja yang ada dalam benaknya.
Mudin segera membuka tudung saji, dia menelan ludahnya melihat hidangan yang rada istimewa siang itu, dia baru ingat, ini masih tanggal muda dan baru dua hari yang lalu dia menyerahkan gajinya kepada sang istri,
“Pantes istriku masak enak, kan kemarin dulu baru kukasih uang belanja” gumannya dalam hati sambil menyendok nasi ke piring, sepotong daging empal dimasak rendang segera berpindah ke piringnya, sayur lodeh kacang panjang dan sambal cabe rawit kesukaannya juga ikut memenuhi piringnya, masih ada kerupuk udang dan sambal goreng tempe serta semur tahu, tapi Muddin belum sempat mengambilnya karena dia sudah langsung menyuapkan nasi dan lauknya itu ke mulutnya. Hanya sekejap saja separuh isi piring sudah berpindah ke perutnya yang belakangan ngikut “tren” buncit ala pejabat-pejabat, padahal dia hanya pegawai biasa saja. Tangannya kembali meraih daging rendang dan kerupuk udang, lalu sambal goreng temped an semur tahu menjadi sasarn berikutnya, lalu melanjutkan santap siang yang begitu dia nikmatinya itu, sampi dua kali dia menambah nasinya.
“Assalamu’alaiku” terdengar suara di pintu depan, dia sangat tanda dengan pemilik suara itu yang tidak lain Midah, istrinya,
“Wa’alaikum salam” sahut Mudin sambil mengelap mulutnya dengan serbet setelah menyelesaikan santap siangnya, dia meraih gelas air putih kemudian mereguknya, istrinya sudah muncul di depan meja makan,
“Dari mana saja bune, kok aku pulang tadi kamu nggak ada” tanya Mudin, istrinya menarik kursi lalu duduk di dekat suaminya,
“Dari tempat Jeng Lastri lho pak e, ngantar duit arisan, gimana pak enak to masakanku hari ini?” jawab Midah sambil melontarkan pertanyaan kepada suaminya, Mudin langsung mengacungkan jempolnya,
“Mantep banget, aku sampe nambah dua kali bu” jawab Mudin sambil mengelus-elus perutnya yang sepertinya kekenyangan “Anak-anak pada kemana, kok nggak kelihatan?” sambungnya,
“Tadi kan sudah pada pulang sekolah, habis makan dan sholat, mereka langsung balik ke sekolah, katanya ada les tambahan gitu” jawab Midah sambil mengangkat piring kotor bekas makan suaminya, lalu beranjak ke dapur,
“Kopi bune”, kata Mudin agak keras karena istrinya sudah melangkah ke dapur,