Lihat ke Halaman Asli

Fathan Muhammad Taufiq

TERVERIFIKASI

PNS yang punya hobi menulis

Ternak Kambing, Prospek Ekonominya Menggiurkan

Diperbarui: 30 November 2015   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1, Kandang Penampungan di tempat penjulanan Ternak Kambing (Doc. Pribadi)

Minggu pagi kemarin (29/11/2015) tanpa direncanakan, tau tau saya “nyasar” ke tempat penjualan kambing dan biri-biri yang berada di ujung jembatan Tan Saril, Takengon. Pagi tu kebetulan saya diminta untuk menemani tatangga untuk mencari kambing aqikah untuk syarat acara “turun mandi” putrinya, karena saya memang lagi nggak punya agenda apapun, sayapun segera menyanggupi permintaan itu. Usai memilih-milih kambing yang memenuhi “syarat” untuk aqikah, sang tetangga juga meminta saya untuk “mengeksekusi” kambing itu, kebetulan di komplek tempat kami tinggal, saya sudah sering diminta bantuan untuk melakukan hal seperti itu. Setelah kambing terpotong, kami kemudian menyerahkan kepada pekerja di tempat penjualan kambing itu untuk “melapah”nya, dan memang penjual kambing itu juga memberikan “servis tambahan” berupa jasa menguliti dan memeotong-motong daging kambing itu, jadi pembeli tidak perlu lagi repot-repot, tinggal terima “bersih

Sambil menunggu pekerja itu menyelesaikan “tugasnya”, saya pun menyempatkan berbincang sejenak dengan pemilik usaha penjualan kambing itu. Ibrahim, nama pedagang yang sudah membuka usaha penjualan kaming di tempat itu sejak tiga tahun yang lalu. Ibrahim, laki-laki berperawakan gempal itu menuturkan bahwa awalnya dia membuka usaha penjualan kambing dan biri itu hanya coba-coba, karena awalnya dia menyediakan “stok” kambing dan biri-biri itu hanya untuk kebutuhan warung kari kambing miliknya yang juga berada di lokasi itu. Warung kari kambing yang dikelolanya memang tergolong laris dan banyak disinggahi para penikmat masakan khas Aceh itu. Karena memang hanya untuk memenuhi kebutuhan warungnya, Ibrahim pun hanya men stok beberapa ekor kambing dan biri-biri saja.

Tapi kemudian di seputaran kota Takengon, warung-warung kari kambing mulai “menjamur”, para pemilik warung itupun kemudian banyak yang memesan kambing dari Ibrahim. Melihat usahanya mulai menampakkan prospek cerah, Ibrahim mulai memperbesar volume usahanya, kalo selama ini dia hanya menampung kambing dari para peternak lokal, dia kemudian mulai mendatangkan kambing-dan biri dari luar daerah, karena persediaan kambing dari peternak lokal sudah tidak mampu lagi memenuhi “lonjakan” permitaaan dari para pelanggan barunya. Apalagi warga Takengon dan sekitarnya yang membutuhkan kambing untuk keperluan aqikah atau hajatan lainnya, juga mulai “melirik” tempat penjualan kambing ini, selain lokasinya yang berada di pinggir jalan yang tidak begitu jauh dari pusat kota dan mudah di akses dari semua penjuru, stok ternak yang tersedia disitu juga cukup beragam. Mulai dari jenis kambing lokal atau yang biasa disebut kambing kacang, sampai kambing Peranakan Ettawa (PE) atau yang sering disebut warga sebagai kambing “naru kemiring” (panjang telinga) sampai biri-biri tersedia disini dengan kondisi baik dan terlihat sehat.

Perbincangan kami terhenti sejenak dengan kedatangan sebuah colt diesel yang berhenti tepat di depan tempat penjulana ternak itu. Supir truck turun menemui Ibrahim sambil menyodorkan selembar kertas yang ternyata faktur pemeblian ternak kambing. Setelah berbincang sejenak, awak colt diesel itu kemudian membuka pintu bak mobil angkutan barang itu, saya pun mendekat. Ada sekitar lima puluh ekor kambing dan biri-biri yang masih “dibungkus” dengan karung, hanya kepalanya saja yang “nongol” keluar, mereka segera menurunkan ternak-ternak itu. Menurut supir yang sempat saya tanyai, kambing dan biri-biri itu dia bawa dari Sumatera Utara, jawaban supir itu membuat saya sedikit terperangah. Bayangkan, untuk kebutuhan ternak kambing dan biri-biri saja, daerah penghasil kopi ini harus mendatangkannya dari luar daerah bahkan luar provinsi, padahal potensi untuk mengembangkan ternak kambing sangat besar di daerah ini. Saya sempat melirik angka dalam faktur yang dipegang oleh Ibrahim, 75 juta rupiah untuk 50 ekor kambing dan biri-biri, saya jadi mengkhayal, seandainya saja kambing-kambing itu dipasok oleh peternak lokal, tentu rupiah-rupiah itu akan dinikmati oleh peternak kita, tidak “lari” keluar.

Gambar 2, Kambing dan Biri-biri yang baru datang dari luar Takenngon

Usai menyelesaikan urusan dengan supir, Ibrahim kembali melanjutkan perbincangannya, dia mengungkapkan kalo stok kambing di kandang penampungan miliknya tidak kurang dari seratus ekor.

“Permintaan kambing dan biri-biri belakangan ini makin meningkat bang” ucap Ibrahim bersemangat “ Makanya saya setiap tiga hari sekali minta kiriman dari luar, kalo hanya mengandalkan ternak dari sini, nggak cukup untuk memenuhi pesanan” sambungnya.

Menurut Ibrahim, setiap hari dia mampu menjual tidak kurang dari 20 ekor kambing atau biri-biri

“Yang paling banyak dan rutin setiap hari adalah pesanan dari warung-warung kari dan sate kambing yang ada di sekitar Takengon” lanjut Ibrahim, dari angka penjualan itu, omset Ibrahim dalam seharinya bisa menjapai 30 sampai 40 juta rupiah, dan dari omset sebesar itu, Ibrahim bisa “mengantongi” keuntungan bersih 10 sampai 15 persennya, sebuah hasil yang cukup “fantastik”, belum lagi hasil dari warung kari kambing yang dikelolanya. Untuk jenis kambing kacang, dia mematok harga antara 700 ribu sampai 1,5 juta rupiah per ekornya tegantung ukuran badannya, sedangkan untuk kambing “Naru kemiring” yang dia datangkan dari daerah Aceh Besar dan banyak “diburu” oleh pembeli untuk keperluan aqikah atau qurban, dia mematok harga 3 sampai 4 juta rupiah per ekornya, karena kambing jenis ini memang memilki postur yang jauh lebih besar disbanding kambing kacang. Sedangkan untuk biri-biri, dia mematok harga 1 sampai 2 juta rupiah per ekornya.

Dari penuturan Ibrahim, saya bisa membuat kesimpulan sementara, kalo pengembangan ternak kambing memang punya prospek ekonomi yang sangat menggiurkan. Untuk beternak kambing, tidak membutuhkan areal yang luas, cukup dengan ukuran kandang 2 x 8 meter saja, seorang peternak sudah bisa memelihara  10 sampai 15 ekor kambing. Masalah pakan ternak juga bukan kendala, karena wilayah perdesaan yang didominasi oleh perkebunan kopi itu, juga “menyediakan” banyak jenis rerumputan yang bisa jadi ‘menu utama” bagi ternak kambing mereka. Apalagi kalo mereka mau membudidayakan jenis-jenis rumput Hijuan Makanan Ternak seperti Gamal, King Grass, Rumput Gajah dan lain-lainya, tentu ketersediaan pakan ternak mereka akan semakin terjamin. Perawatan ternak kambing juga tidak terlalu sulit, asal pakan cukup dan sanitasi kandang terjaga, ternak kambing akan tumbuh dan berkembang dengan baik, lagipula memelihara ternak kambing juga dapat dilakukan sebagai usaha sampingan yang tidak mengganggu aktifitas masyarakat perdesaan yang berprofesi sebagai petani kopi atau hortikultura.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline