Hari ini, Kamis 10 Nopember 2022
Entah sudah berapa pintu yang ku ketuk hanya untuk mendapatkan simpati rasa
Semua jawaban sama ....
Semua jawaban seirama ....
" Tidak Bisa dan Maaf Tidak Ada "
Aku terduduk lemas bersandar pada kursiku
Separah itukah ketidak percayaan itu untukku ???
Atau memang meraka tidak ada simpati dan empati kepada sesama ???
Aku justru terbelenggu dengan su'udzonku sendiri
Aku bangkit berdiri untuk menyeduh teh hangat
Meminumnya untuk menumbuhkan lagi semangat
Laptop kembali kunyalakan berkutat dengan angka-angka yang menjadi tanggungjawabku
Meski jujur ini sebetulnya bukan angkaku tetapi angka mereka.
Timbul satu rasa untuk melakukan seperti yang mereka lakukan
Menolak untuk sebuah pertolongan
Namun kembali kesadaran itu hadir ...
Jika aku menolak menolong, lalu apa bedanya aku dengan mereka ??
Tiba-tiba WA masuk menanyakan apakah bisa berkoordinasi ??
Perang batin kembali terjadi, antara menolak atau mengiyakan
Cukup lama aku terdiam ...
Sampai kemudian lagu yg ku putar "Titip Rindu Untuk Ayah" terdengar
Deg.... aku sadar akan nasehat almarhum ayah dulu
"Bekerja dimanapun tetaplah profesional, rendah hati dan jangan suka memendam dendam"
Seketika ku balas WA itu.... "Iya silahkan ... saya di ruang belakang"
Berat .... tetapi tetap aku berusaha memberikan pelayanan prima
Koordinasi tetap saya layani sesuai prosedur
Justru kemudian aku tahu dia merasa kikuk sendiri dengan sikapnya.
Tetapi aku cuek saja, yang terpenting apa yang menjadi kendala dia sudah berusaha aku bantu semaksimal mungkin
Lepas dari apa yang menjadi kekecewaanku
Toh kemudian aku mesti memaklumi
Bahwa 1001 pintu yang kita anggap mewah dan bersahabat belum tentu mau terbuka
Jika sudah berurusan dengan rasa dan empati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H