Lihat ke Halaman Asli

Guru Juga Superman (Woman)

Diperbarui: 13 Desember 2015   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Bangsa Indonesia merasakan arti kemerdekaan selama 70 tahun lamanya. Angka tersebut menjelaskan bahwa 70 tahun sudah janji kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diikrarkan. Janji yang sampai saat ini belum mampu direalisasikan.

Guru merupakan elemen penting dalam pendidikan nasional, harusnya berada di garda terdepan dalam upaya merealisasikan janji kemerdekaan tersebut. Sebagai sumber daya yang terlibat langsung dalam urusan pencerdasan anak bangsa,  saat ini kinerja guru dipertanyakan. Rendahnya mutu pendidikan menjadi alasan untuk mempertanyakan kualitas tenaga pendidikan yang ada saat ini. Peningkatan kualitas guru telah diupayakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional. Salah upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik adalah  Program Sertifikasi Guru. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru dalam menunaikan tanggungjawabnya sebagai pendidik. Selain itu program ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesejateraan guru.

Program sertifikasi guru yang dijalankan oleh Kementerian Pendidikan Nasional telah membawa banyak perubahan untuk kalangan guru. Kesejahteraan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa mengalami peningkatan yang signifikan. Profesi guru yang sebelumnya dipandang sebelah mata, kini sudah mulai dilirik sebagai profesi yang menjanjikan. Peningkatan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi, menjadikan profesi guru kini semakin banyak diminati oleh mahasiswa. Universitas Negeri Makassar sebagai kampus pencetak tenaga pendidik di Sulawesi Selatan, mengalami peningkatan peminat. Peminat Fakultas atau Jurusan Kependidikan mengalami peningkatan yang luar biasa. Peningkatan peminat pada Jurusan Kependidikan juga bisa dilihat dari daerah asal mahasiswa yang sebelumnya didominasi oleh mahasiswa dari daerah. Kini bangku-bangku yang ada di ruang perkuliahan tidak lagi melulu didominiasi oleh orang dari daerah (desa). Kini orang kota juga sudah mulai tertarik dan mau menjadi guru. Hal ini diungkapkan Rektor UNM pada Dies Natalis UNM yang ke 54 baru-baru ini.

Peningkatan peminat terhadap profesi guru juga terlihat laris-manisnya program akta IV yang ditawarkan kepada sarjana non-kependidikan yang berminat jadi guru. Walaupun pada akhirnya program akta IV dihapus oleh Kementerian pendidikan Nasional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap membuka peluang sarjana non kependidikan yang berkualitas untuk menjadi guru tentunya dengan memberikan pendidikan keguruan sebelum mengajar di depan kelas.

Pemberian Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) bagi guru yang telah mengantongi sertifikat pendidik telah terbukti meningkatkan kesejahteraan guru. Guru-guru sudah banyak yang antri atau menjadi daftar tunggu jemaah haji. Sudah banyak yang mampu membeli mobil sehingga jalanan semakin macet, karena penambahan lebar jalan tidak sebanding dengan jumlah mobil baru yang mengaspal. Ini tentu karena mereka mengalmi peningkatan kesejahteraan. Kenyataannya, peningkatan kesejahteraan guru melalui pemberian TPP belum mampu mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia. Terlepas dari hal tersebut, sebagai profesi yang mulia, guru harus meningkatkan profesionalismenya.

Salah satu syarat untuk menerima TPP bagi guru yang sudah bersertifikat adalah syarat minimal mengajar 24 jam pelajaran perminggu. Aturan jumlah jam yang harus dipenuhi oleh guru penerima TPP tersebut pada akhirnya memunculkan “gejolak” atau “riak-riak” kecil pada pembagian jam pelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai upaya yang dilakukan oleh para guru untuk memenuhi syarat tersebut. Mulai dari menambah rombongan belajar sampai  mencari tambahan jam di sekolah lain.

Bagi guru mata pelajaran yang jumlah jamnya 2 jam pelajaran peminggu dibutuhkan 12 kelas untuk memenuhi kriteria tersebut. Jika jumlah siswa setiap kelasnya 32 orang (bahkan masih ada sekolah yang jumlah peserta didiknya 40 orang perkelas),  maka seorang guru akan menghadapi 384 orang siswa perminggu. Memahami dan menguasai karakter peserta didik sebanyak itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk peserta didik sebanyak itu tentulah harus beragam pula. Bukan hanya profesionalisme, dan komitmen, tapi juga dituntut kesabaran yang ekstra untuk melayani siswa sebanyak itu. Guru yang mampu mengembang amanah tersebut bagi penulis sangat layak disebut guru super.

Program Sertifikasi  Guru dan pemberian TPP bagi guru bersertifikat oleh sebagian kalangan dinilai belum berhasil meningkatkan kualitas dari guru-guru penerima tunjangan. Pernyataan tersebut dipertegas oleh jumlah guru yang berkualifikasi S1 atau sederajat masih begitu besar, yakni lebih dari 1,5 juta orang. Menyikapi kualifikasi pendidikan tenaga pendidik tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan deadline bagi mereka untuk berkualifikasi sarjana tersebut sampai tahun 2015. Bila tidak memperoleh gelar sarjana sampai tahun 2015, tunjangan profesi  pendidik mereka terancam dicabut. Namun kenyataannya sampai saat ini, angka tersebut belum banyak berubah.

Masih tingginya jumlah guru yang belum berkualifikasi S1 atau D4, dengan beban kerja yang menuntut kekuatan super,  akan menjadi tantangan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Bila kita bandingkan dengan Finlandia, negara dengan kualitas pendidikan terbaik, maka beban kerja guru di Indonesia bisa dikatakan amatlah berat. Finlandia yang saat ini menjadi rujukan berbagai negara dalam mengelola pendidikan, jumlah siswa perkelasnya hanya 20 orang yang dibimbing oleh 3 orang guru dengan kualifikasi S2. Membandingkan kualifikasi pendidikan guru di Indonesia dengan Finlandia sama sekali tidak bermaksud sebagai pembenaran atau pembelaan diri atas masih rendahnya mutu pendidikan kita saat ini.

Rendahnya mutu pendidikan kita, bukan berarti tidak ada usaha dari guru penerima tunjangan untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan. Sebagian diantara mereka telah mampu melanjutkan pendidikan dengan menggunakan dana tunjangan pendidikan yang diterimanya. Sebagai profesi yang menuntut pelakunya untuk senantiasa mengembangkan keilmuannya, selayaknya guru diberikan fasilitas dan akomodasi yang memadai untuk mengembangkan diri. Tentunya dibutuhkan tenaga yang lebih super lagi untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan plus beban kerja 24 jam pelajaran perminggu. Terlebih lagi bagi guru di pelosok yang jauh dari pusat pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline