Lihat ke Halaman Asli

Otak Amerika Hati Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otak Amerika Hati Indonesia

Otak Amerika Hati Indonesia? Enak? (From:Mod.StockPhoto site) Ini namanya berjodoh. Michael Sendow bakal mengusung oleh-oleh "otak" dari Amerika, Ma Sang Ji hendak menjinjing bekal "hati" dari Indonesia. Otak dan hati itu akan kita olah bersama menjadi satu hidangan yang lezat dan bergizi. Harap saja demikian adanya. Maksudnya, kita sedang memulai penulisan sebuah naskah buku dengan tema Bagaimana melejitkan kecerdasan "maskulin-feminin" melalui "perjodohan" Amerika-Indonesia. Tema ini kami pilih karena jarang kita jumpai. Unik dan rasa-rasanya menarik. Sebab, siapa sih yang tak mau menjadi manusia unggul melalui "perjodohan" di dalam diri sendiri yang saling melengkapi antara maskulin-feminin. Otak-hati, dan atau antara Amerika-Indonesia? Kenapa penting mempelajari maskulinitas dan feminitas yang ada di diri seseorang? Karena kalau hidup ini tidak berimbang antara otak dan hati, maka yang akan muncul adalah dua sisi: Hanya mencucurkan air mata tanpa tau harus bagaimana atau di sisi yang lain hanya bergerak cepat, beringas dan ganas tapi tak memiliki keibaan dan weles asih. [caption id="attachment_131369" align="alignright" width="300" caption="Mengandalkan otak atau hati? (Mod.StockPhoto Site)"][/caption] Sifat maskulin dan feminine itu ibarat bau menusuk hidung yang melekat pada buah durian atau getah tak terpisahkan dari buah nangka. Itu sudah ada dalam diri setiap orang. Memang laki-laki lebih menonjolkan sisi rasionalitas. Otak bagi mereka adalah “tuhan”. Perempuan lain lagi, mereka menonjolkan sisi perasaan. Makanya terkadang intuisi perempuan itu lebih tajam dari laki-laki. Nah, sebenarnya ada penyakit teramat berbahaya yang secara medis tak tersembuhkan, yaitu penyakit “tumor hati” (hepatoma) dan “pengerasan hati” (sirosis). Prognosis penyakit ini sangat jelas: kematian. Menghadapi realitas ini, seandainya kita yang menderita maka ada dua pilihan. Pertama: meratapi keadaan dengan berdiam diri, mencucurkan air mata dan that’s it! Atau yang kedua: Menggunakan otak dan akal lalu mencari solusi lain agar jiwa bisa terkendali dan lebih tenang. Atau ada pilihan lain? Menggabungkan dua-duanya? Otak dan hati. Akal dan perasaan. Lalu dalam konteks judul yang kami pilih yaitu otak Amerika adalah dikarenakan negara adidaya ini masih terkenal sebagai "pasar" intelektual dunia. Banyak cendekiawan berakal tajam dari berbagai ras & suku bangsa berhimpun di sini. Mereka saling "berjual-beli" ide cemerlang setiap hari, setiap menit, bahkan setiap detik. Walaupun tidak sepenuhnya benar menurut sebagian orang. Tapi itulah keadaan yang menjelma menjadi fakta sementara. Sedangkan kita, orang Indonesia, selalu menjadi pembeli produk otak Amerika itu. Mulai dari teknologi militer sampai buku-buku pengembangan diri. Kapan giliran kita menjual produk otak kita kepada mereka? Parahnya, kita semakin keasyikan mengkonsumsi pemikiran mereka. Tak jarang kita telan mentah-mentah produk mereka itu. Padahal, "santapan" semacam itu belum tentu cocok dengan sistem "pencernaan" kita. Bukan tidak mungkin, pola-pikir Amerika itu "virus" ganas. Awas! Bahaya! Kalau pola-pikir kita sudah keliru, bukan tidak mungkin pola-tindak kita juga bakalan keliru.

Oleh karena itu, sebelum disuntikkan ke otak kita, virus itu perlu kita lemahkan lebih dulu dan kita jadikan vaksin. Dengan vaksinasi setepat-tepatnya, virus itu tidak lagi berbahaya, tetapi justru bermanfaat, bahkan bisa membuat kita lebih cerdas daripada orang Amerika! Apalagi kita punya keunggulan “hati” yang bisa jadi tidak dimiliki Amerika.

Bagaimana cara pelemahan "virus" itu? Bagaimana pula cara "vaksinasi" itu yang setepat-tepatnya? Di sinilah kita membutuhkan bekal "hati" dari Indonesia. [caption id="attachment_131370" align="alignleft" width="300" caption="Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa semakin sehat hatimu, semakin cerdas otakmu!"][/caption] Mengapa dari Indonesia? Apa hebatnya "hati" dari tanah air kita sendiri? Mengapa bukan dari Korea? Bukankah mereka bangsa terhebat dalam menangis? Bukankah itu kunci sukses mereka dalam mengejar Amerika? Bukankah menangis adalah ekspresi terdalam dari hati? Ssssssst... Sabar dikit dong! Dari tadi bertanya melulu tanpa koma. (Capek deh.) Apa kita nggak sadar sudah mulai tersusupi oleh virus otak dari Amerika? Itu tuh, pertanyaan yang bertubi-tubi bagai berondongan peluru yang muntah dari si Rambo. Sekarang, kita rehat sebentar. Saat otak memanas, jiwa kita membutuhkan ketenangan dalam hati. Jadi, marilah kita santai dulu sejenak. Selama lima detik saja pun lumayan.

Satu. Dua.. Tiga... Empat.... Lima.....

Kini tiba saatnya bagi kita untuk merenungkan kembali kalimat demi kalimat yang kita baca tadi. Ingat benar, bahwa kami bukanlah professor yang serba tahu. Bukan pula Kompresor yang dapat memompa secara simultan. Pun tidaklah kami akan bertindak sebagaimana aggressor. Mungkin lebih tepat sebagai kompos semata. Pupuk. Berfungsi menyuburkan apa yang sudah ada. Menyuburkan berbagai ide dan pemikiran bukan menggusurnya. Kalian pun bukan mahasiswa kami. Di sini kita belajar bersama. Karena kami yakin sepenuh-penuhnya bahwa kita memiliki hati Indonesia yang mumpuni dan sangat "cantik". Hati yang masih berwarna merah. Yang penting, kita belajar bersama sambil praktek langsung! Maksudnya, sewaktu belajar ini pun, mari kita berusaha menjodohkan otak Amerika dan hati Indonesia di dalam konteks diri kita masing-masing, semampu kita. Otak Amerika dan hati Indonesia tidak serta merta menempatkan yang satu lebih tinggi dan lebih bernilai dari yang lain. Kiasan ini bisa digunakan dan diganti dengan sebutan negara mana saja. Kalian mau belajar bersama dengan kami, 'kan? Siiip... Untuk itu, marilah melalui ruang komentar di bawah ini, kita berbincang-bincang lebih lanjut tentang perjodohan antara otak Amerika dan hati Indonesia. Secara sedikit demi sedikit saja.

Seperti ada tertulis, you and us share so much of what is good about life. Things like…so many experiences that perhaps only you or us have known. And so many personal feelings and emotions that we have shown to this world.

So let’s begin….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline