Prostitusi; Problematika Sosial Keagamaan
Oleh: Masduki Duryat*)
Indonesia, menurut Presiden Joko Widodo sedang dalam kondisi darurat Narkoba, tiap hari 30 nyawa melayang sia-sia karena kasus Narkoba. Para pakar dan pengamat sebelumnya mengambil konklusi bahwa kasus korupsi kita sudah sampai pada titik nadir, sehingga kalau mengadaptasi pandangan Ronggo Warsito, kita sekarang sedang memasuki zaman Kalatida---zaman edan---sapa sing ora melu edan ora bakal keduman. Apabila kita berdiri sendirian dan konsisten dalam kebenaran, kita justru dianggap edan dan aneh di tengah komunitas sudah edan. Jargon yang digunakan adalah, apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama, maka dianggap sebuah kebenaran, walaupun yang dilakukan adalah pekerjaan maling.
Mengerikan prediksi yang disampaikan Jalaluddin Rakhmat, jika kondisi bangsa ini dibiarkan seperti itu, maka wajah kita akan berubah seperti Chimera Monstary---separuh berbentuk binatang dan separuh berbentuk manusia.
Belakangan muncul statement dari Khafifah Indarparawansa, ketika menjadi Menteri Sosial, Indonesia darurat prostitusi---setelah heboh munculnya kasus prostitusi online yang melibatkan artis terkenal---walaupun harus diakui bahwa sesungguhnya ini bukan kasus yang pertama, karena sebelumnya sudah banyak kasus yang terjadi antara artis dengan politisi, pengusaha dan lainnya.
Akhir-akhir ini juga ramai diberitakan praktek prostitusi---bahkan dengan melibatkan anak di bawah umur---di wilayah Cirebon Kota. Usianya baru di kisaran 14 tahun dengan tarif Rp. 300.000,- hingga Rp. 800.000,- dan berstatus sebagai seorang pelajar SLTP yang terperangkap pada seorang mucikari.
Hal yang membuat miris. Orang tua tidak mengetahui anaknya bekerja sebagai pekerja seks. Ini nilai penting yang sudah semakin abai, pengawasan yang dilakukan oleh orang tua dan semakin permisifnya kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat.
Lokalisasi dibongkar; Solusi?
Miris memang, tetapi inilah realitas yang tak terbantahkan. Begitu para kepala daerah ramai-ramai untuk menutup dan membubarkan lokalisai prostitusi, muncul 'lokalisasi-lokalisasi' baru dengan wajah yang berbeda dalam bentuk salon, hotel/wisma, panti pijat, rumah kost-kost-an tanpa induk semang, tempat karaoke, prostitusi online dan dalam bentuk lainnya yang susah untuk dikendalikan. Di beberapa daerah ada lokalisasi prostitusi, Jakarta zaman Gubernur Ali Sadikin, prostitusi dilokalisasi dan pada periode gubernur selanjutnya lokalisasi dibongkar. Ketika muncul gagasan Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama---Ahok---untuk membuka kembali lokalisasi prostitusi agar mudah dikontrol, terjadi kontroversi. Alih-alih ini adalah bentuk legitimasi, walaupun harus jujur diakui bahwa banyak variabel yang menyebabkan seseorang jatuh ke dunia prostitusi.
Sejarah Panjang Prostitusi
Kalau kita menelusuri sejarah perkembangan masyarakat manusia, maka kehadiran pelacuran sama usianya dengan adanya institusi perkawinan/keluarga. Sebab setiap hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang tidak sah menurut norma perkawinan adalah tergolong pelacuran. Hanya bedanya sebagaimana disebutkan di atas dari segi legalitas, ada yang terselubung dan ada yang terbuka.