Lihat ke Halaman Asli

Cadar, Celana Cingkrang dan Gerakan Radikal

Diperbarui: 25 September 2022   18:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cadar, Celana Cingkrang dan Gerakan Radikal

 Oleh: Masduki Duryat*)

Diskursus tentang cadar, celana cingkarang dan gerakan radikalis ini menarik untuk dibahas. Apakah ketiganya memiliki korelasi atau ini sebuah fenomena pemahaman yang tidak komprehensif tentang ajaran agama?

Semakin menarik ketika dalam konstelasi politik nasional dikorelasikan dengan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi jilid II terutama pada upaya deradikalisasi terhadap pemahaman keagamaan yang menjadi wilayah kerja Kementerian Agama. Bahkan kebijakan pemerintah melalui Menteri Agama yang oleh sebagian orang dinilai kontroversial menyangkut larangan bercadar bagi ASN.

Cadar, Celana Cingkrang dan Radikalisme

Menteri agama---Ketika itu Jendral Fachrul Razi---mengeluarkan pernyataan tentang radikalisme, cadar dan celana cingkrang. Sampai-sampai Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mewanti-wanti Menteri Agama untuk berhati-hati dalam menangani radikalisme. Bahkan Mardani mengingatkan jangan sampai penanganan kelompok radikal dengan pendekatan cara keamanan dan atau pendekatan tempur.

Tentu yang menarik adalah diskursus tentang cadar, celana cingkrang dan radikalisme. Diskursus ini memang sudah lama terjadi---terutama menyangkut pemahaman pada cadar dan celana cingkrang---menjadi wilayah agama atau budaya yang kemudian menjadi indikator ciri keradikalan seseorang---walaupun perlu penelitian lanjutan apakah ada korelasi antara cadar dan celana cingkrang dengan radikalisme?

Pertama, tentang cadar. Cadar adalah kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Niqab adalah terma syar'i untuk cadar yakni sejenis kain yang digunakan untuk menutupi wajah. Niqab dikenakan oleh sebagian muslimah sebagai kesatuan dengan jilbab (hijab).

Pada perspektif Islam menurut TGB Zainul Majdi sejauh yang ia baca dan ketahui, tidak ada dalam al-Quran dan hadits yang shahih terkait dengan kewajiban cadar. Menurutnya yang ada adalah wajah dan telapak tangan itu bukanlah aurat bagi perempuan. Nabi pernah mengatakan kepada sayyidah Asma' binti Abu Bakar, melalui sayyidah Aisyah; "Apabila seorang perempuan telah masuk masa akil baligh maka tidak boleh terlihat kecuali wajah dan telapak tangan".

TGB mengajak merenungkan ketika shalat, shalat merupakan saat yang ideal dan sempurna dalam menutup aurat. Tapi di saat sahalat itu wajah tidak ditutup, artinya wajah bukanlah aurat. Memang ada yang mendalilkan dikhawatirkan ada fitnah, maka shalatpun wajib. Tapi inikan "kalau-kalau" dan "kalau-kalau" bukanlah pokok hukum.

Ini pula yang disampaikan oleh mazhab Hanafi misalnya, bahwa wajah perempuan bukanlah aurat namun memakai cadar hukumnya sunnah dan menjadi wajib, jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline