Lihat ke Halaman Asli

Pengasuhan Anak Berbasis Komunitas dalam Bingkai Tanoker

Diperbarui: 12 September 2022   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Dr. H. Masduki Duryat, M. Pd.I

 

Dalam kesederhanaan, tidak terlintas dalam pikiran begitu pertama kali datang ke lembaga pendidikan informal ini ternyata sangat berkesan.   Misi yang diusungnya juga sangat menarik, melakukan pemberdayaan bagi anak buruh migran dengan icon Egrang—yang menyematkan namanya dengan Tanoker—dalam bahasa Madura, kepompong di daerah Ledokombo, Jember. 

Bermetamorfosa dalam sikap, pengetahuan, paradigma dan tentu value—dalam bahasa Prof. Achmad Sanusi disebut dengan the six value’s System—dari nilai teologis sampai teleologis betul-betul menginspirasi dari desa kecil tapi mendunia.

Komunitas ini memfasilitasi ‘kebutuhan’ anak yang mayoritas orang tuanya buruh migran di kota-kota besar di Indonesia maupun di luar negeri dengan metode pembelajaran yang berbasis humanistic dan egaliter

Betapa teori-teori Paulo Freire, Ivan Illic tidak hanya sebatas kata tetapi diimplementasikan dalam tataran realitas, pendidikan yang membebaskan dengan memperhatikan potensi anak—yang dalam penemuan terbaru disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence)—yang semakin tergerus oleh performa sekolah formal—yang cenderung mengesampingkan potensi anak—untuk tidak menyebutnya mematikan potensi anak—karena hanya memperhatikan kecerdasan intelektual.


Tanoker; Pembelajaran yang Membebaskan

Pertanyaan yang muncul, bahwa komunitas ini akan menjadikan anak akan tercerabut dari akar psikologis dengan keluarganya juga terbantahkan. Karena sungguhpun anak-anak ini orang tuanya tidak ada, tetapi tetap tinggal bersama saudaranya yang lain dan mereka kapanpun dengan stimulus renang, iming-iming hadiah bisa datang ke tempat ini setelah sekolah formal. Bahkan dengan memanfaatkan teknologi sekarang melalui media social progress report anaknya bisa diakses secara cepat oleh orang tuanya dengan pendampingan pembelajaran oleh relawan maupun tenaga pengajar tetap di komunitas tersebut.

Dengan teori pembelajaran yang membebaskan, komunitas ini menempatkan dirinya menjadikan anak belajar dengan nyaman dan menyenangkan tanpa tekanan. Pembelajaran juga berangkat dari masalah dan dipecahkan bersama dengan media bermain, perpustakaan, dan kolam renang.

Tentu yang menjadi icon  komunitas ini adalah egrang. Egrang yang dalam terminology modern tentu tidak hanya sarana permainan tetapi memiliki makna filosofis keuletan, kemandirian, istiqamah, dan belajar dari masalah—karena banyak orang yang sukses berangkat dari jatuh bangun—dalam bahasa Jawa itu ada filosofi jika ingin maju dan sukses, salah satunya adalah Bangia, (Baka Tiba, Tangia—kalau jatuh, bangun lagi).  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline